Putussibau, Kalbar (ANTARA News) - Bukan saja merusak tanaman hutan, para pencari dan penebang kayu Gaharu juga mengancam populasi satwa liar di kawasan hutan lindung Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Putussibau, Kalbar. Menurut Species Officer World Wildlife Fund (WWF) Indonesia untuk wilayah Putussibau, Albertus Tjiu, pada Kamis, aktivitas para penebang kayu Gaharu yang menjadikan satwa liar sebagai buruan untuk memenuhi kebutuhan logistik ketika mereka berada di hutan, telah mengancam populasi satwa liar di Putussibau, terutama Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus). "Begaru (sebutan aktivitas mencari dan menebang kayu Gaharu) tidak hanya memberikan tekanan yang sangat besar terhadap species Gaharu, tapi juga memberikan dampak negatif, mengancam keberadaan berbagai jenis satwa liar di hutan, terutama orangutan," katanya kepada ANTARA. Albertus Tjiu memaparkan, untuk menekan biaya kebutuhan logistik pada saat mencari kayu Gaharu, para pencari Gaharu hanya membawa bahan pokok seperti beras, garam, dan bumbu makanan. "Sedangkan kebutuhan protein semuanya dibebankan pada alam dengan cara berburu. Dengan waktu yang sangat sedikit itu, mereka memburu binatang apa saja yang ditemukan," tutur Albertus Tjiu. Satu kelompok pencari gaharu, menurut ia, biasanya membawa hingga tiga pucuk senapan patah (senapa api rakitan) dengan peluru sebar. Selain itu, setiap malam mereka juga memasang jerat dalam radius 1 kilometer dari tempat bermalam. "Tidak hanya itu, para pencari Gaharu juga menggunakan racun ikan untuk menangkap ikan di sungai," ungkapnya. Lebih lanjut ia mengatakan, pada awal 2005, satu kelompok pencari gaharu yang terdiri dari sembilan orang, bisa menangkap hingga 65 ekor satwa liar, ditambah 200 kilogram ikan. Itu mereka lakukan hanya dalam waktu 2 bulan 14 hari. "Sedangkan kelompok lainnya juga memburu dengan jumlah yang relatif sama," jelasnya. Jika mendapatkan Kelepiau (Hylobates muelleri), yakni sejenis kera berwarna abu-abu, ketika berburu biasanya langsung dijual ke Malaysia dengan harga 10 Ringgit Malaysia (RM) perekornya. "Berbeda dengan Kelempiau, orangutan tidak dijual, tapi dimakan oleh para pencari Gaharu," kata Albertus Tjiu.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007