Jakarta (ANTARA News) - Panitia Khusus revisi UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ingin definisi terorisme dalam UU tersebut dibuat secara objektif dan proporsional, sehingga tidak menyasar pada agama dan kelompok tertentu, kata Ketua Pansus Terorisme M. Syafii.

"Kami ingin ada penetapan yang objektif dan proporsional siapa yang disebut teroris. Sehingga jangan sampai menyasar pada kelompok dan agama tertentu padahal banyak yang lakukan tindakan klausul sama, namun karena perbedaan agama lalu dibedakan," kata M. Syafii di Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu.

Dia juga mengatakan Pansus ingin definisi Tindak Pidana Terorisme baku karena ada hal sepele, namun disebut tindak pidana terorisme, misalnya, beberapa waktu lalu ada anak yang masuk gereja di Medan dikatakan meledakkan bom, padahal yang keluar hanya asap.

Di sisi lain menurut dia mengancam pejabat negara dan tokoh masyarakat dianggap sebagai teroris atau tidak, karena terjadi pengepungan terhadap Wakil Sekjen MUI Teuku Zulkarnain di Kalimantan Barat dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dikejar-kejar sekelompok orang di Sulawesi Utara.

"Kalau ada definisi baku maka bisa ditetapkan apa itu teroris dan apa tindak pidana terorisme," ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu menegaskan definisi baku itu penting karena paham teroris bukan berasal dari masyarakat namun belum berhasilnya pemerintah distribusikan kesejahteraan, menegakkan keadilan, dan tidak bertindak diskriminatif.

Menurut dia kalau pemerintah belum bisa menegakkan tiga hal itu maka akan tercipta paham radikal yang mengarah pada terorisme.

"Pembahasan di Pansus berjalan maraton, namun kami tidak mau didikte dalam penyusunan RUU tersebut. Jangan karena didikte sehingga pembahasannya amburadul," ucapnya.

M. Syafii menjelaskan Pansus ingin menghasilkan produk UU yang terbaik untuk melindungi seluruh masyarakat Indonesia bukan memenuhi keinginan salah satu pihak.

Dia menegaskan Pansus tidak ingin RUU Terorisme yang di dalamnya mengatur tindakan penegakkan hukum memberantas teroris, disalah gunakan menjadi alat kekuasaan dan politik.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017