Tokyo (ANTARA News) - Indonesia mengharapkan kedatangan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ke Jakarta pertengahan tahun ini bisa memberi makna yang lebih penting bagi hubungan RI-Jepang, dengan menandatangani kerjasama ekonomi kedua negara dalam format Economic Partnership Agreement (EPA/Perjanjian Kemitraan Ekonomi). Menteri Perdagangan Mari Pangestu mengemukakan hal itu kepada ANTARA News di Tokyo, akhir pekan ini, menyusul proses EPA yang memasuki tahapan final pada pertengahan tahun 2007. "Kita harapkan agar Abe bisa menandatangani kerjasama EPA antara Indonesia dan Jepang di Jakarta nanti. Sekaligus memberi arti bagi hubungan kedua negara yang memasuki tahun ke-50 tahun depan," ujar Mari Pangestu. Penandatanganan itu, ujar mantan direktur eksekutif CSIS itu, akan menambah arti dari hubungan 50 tahun RI-Jepang kepada hubungan yang lebih mendalam, berarti dan saling menguntungkan. Sementara itu Duta Besar RI untuk Jepang Jusuf Anwar mengatakan, penandatanganan perjanjian EPA memiliki arti penting bagi hubungan kedua negara untuk memasuki tahapan yang lebih jauh. Terutama pada era globalisasi sekarang ini yang menuntut hubungan kerjasama yang lebih sederajat. Di Jepang sendiri saat ini juga mengalami pergeseran generasi dari generasi tua yang lebih "mengenal" Indonesia kepada generasi pasca PD II yang tidak mengalami periode perang Pasifik. Namun demikian, setelah menjalani beberapa putaran perundingan EPA, beberapa persoalan masih mengganjal, sementara target penyelesaian EPA adalah Juni 2007 yang akan berlangsung di Jakarta. Beberapa sektor sudah mengalami kemajuan, seperti perdagangan barang, dan kerjasama di sektor energi, sedangkan di sektor investasi dan kerjasama (cooperation) masih dalam tahap negosiasi yang alot. Dikabarkan Jepang menilai beberapa usulan Indonesia tidak kongkrit, sehingga dalam perundingan di Jepang, negara tersebut hanya bersedia memberikan komitmen yang dilakukan secara bertahap, setelah dilakukannya studi "pembangunan" lebih dulu. Dalam pandangan Menteri Perdagangan sendiri, masalah yang paling besar yang belum selesai adalah soal negosisasi di bidang kerjasama (cooperation). Jepang sendiri nampaknya juga belum pernah melakukan negosiasi yang mendalam mengenai kerjasama di dalam konteks negosiasi bilateral. Begitu juga dengan Indonesia. "Jadi mungkin sebagian dari masalahnya adalah bagaimana mencari bentuk dan prinsip-prinsip yang bisa disetujui oleh kedua belah pihak," katanya. Indonesia bersikukuh menginginkan ada komitmen yang jelas dari segi bantuan yang akan Jepang berikan kepada Indonesia untuk mengoptimalkan keuntungan dari EPA. "Kalau pasarnya dibuka, sementara kita belum bisa memenuhi persyaratan Jepang, bagaimana. Itu sebabnya harus ada bantuan yang berarti," ujar Mari Pangestu, yang kerap dimintai masukannya oleh IMF dan Bank Dunia itu. Di antara lima negara inti ASEAN, tinggal Indonesia yang belum menyelesaikan perjanjian EPA dengan Jepang. Sedangkan antara Jepang dan Vietnam juga sedang melakukan negosiasi awal. "Penyelesaian perjanjian EPA tahun ini juga harus kita dorong agar kita tidak mengalami diskriminasi dalam memperoleh akses pasar," demikian Pangestu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007