Jakarta (ANTARA News) - Mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar menyampaikan sejumlah saran kepada pengusaha Basuki Hariman yang memiliki kepentingan untuk memenangkan uji materi atas UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Basuki selaku "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) dari PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa berkepentingan untuk mempercepat permohonan uji materi karena impor daging kerbau dari India melimpah.

Hal itu, jaksa penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, menyebabkan ketersediaan daging sapi dan kerbau lebih banyak dibanding permintaan serta harganya menjadi lebih murah.

Akibat lebih lanjut, permintaan daging sapi yang biasanya diimpor oleh Basuki dari Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat menurun.

Pada 14 September 2016 di restoran DKevin, Graha Intiland milik Dave Kevin Ariman yang merupakan anak Basuki Hariman yang dihadiri Basuki, Ng Fenny, Patrialis, Kamaludin, Zaky Faisal dan Rido Falah Akbar, yaitu anak Patrialis, Basuki memohon agar Patrialis memenangkan permohonan uji materi perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015.

"Patrialis menjawab bahwa permohonan uji materi tersebut belum dibahas sehingga Patrialis menyarankan kepada Basuki agar para pemohon membuat surat kepada MK agar perkara itu segera dibahas," kata jaksa.

Setelah surat tersebut sampai di MK, Patrialis punya alasan untuk meminta majelis hakim terkait segera membahasnya.

Menindaklanjuti saran Patrialis, Basuki lalu menelepon rekannya bernama Kuswandi dan menyampaikan bahwa ia baru bertemu dengan orang MK dan menyarankan agar para pemohon judicial review membuat permohonan kepada hakim MK agar segera mengeluarkan putusan.

"Kuswandi lalu meminta Thomas Sembiring menghubungi dan meminta para pemohon agar mengirim surat sebagaimana disarankan Patrialis," kata jaksa Lie.

Pada 19 Oktober 2016, Basuki, Kamaludin dan Patrialis Akbar bertemu di tempat parkir Jakarta Golf Club Rawamangun dan kembali membahas mengenai permohonan uji materi.

Agar prosesnya semakin cepat, Patrialis Akbar menyarankan kepada Basuki melakukan pendekatan kepada dua hakim Mahkamah Konstitusi, yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul.

Pada sore harinya dilakukan pertemuan antara Basuki, Ng Fenny, Kamaludin, Zaky Faisal dengan Patrialis Akbar di Restoran DKevin dan masih membahas permohonan uji materi perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 serta meminta Patrialis Akbar membantu peternak dan importir daging sapi karena sedang rugi.

Patrialis Akbar kemudian menjawab akan mempelajari dan melihat perkembangannya terlebih dahulu.

"Di samping itu, Patrialis Akbar menginformasikan bahwa Hakim I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul yang pada awalnya berpendapat mengabulkan permohonan pemohon, akhirnya mempengaruhi hakim lainnya agar melakukan penolakan terhadap permohonan pemohon," kata jaksa Lie.


Surat Kaleng

Lebih lanjut, Patrialis Akbar juga menyarankan Basuki membuat "surat kaleng" atau pengaduan dari masyarakat agar tim kode etik Mahkamah Konstitusi melakukan proses etik terhadap dua hakim tersebut.

Namun saran ini tidak disetujui oleh peserta yang hadir karena menurut mereka masih ada cara lain untuk melakukan pendekatan kepada hakim MK yang belum menyampaikan pendapat, yaitu Hakim Arief Hidayat dan Suhartoyo.

Setelah pembicaraan selesai, Patrialis Akbar meninggalkan restoran, kemudian Basuki menyampaikan kepada Kamaludin bahwa ia hanya mempunyai kemampuan uang sejumlah Rp2 miliar untuk mempengaruhi hakim yang belum menyatakan pendapat.

Beberapa hari kemudian, Kamaludin menginformasikan kemampuan Basuki tersebut kepada Patrialis dan Patrialis mempersilahkan Basuki untuk melakukan pendekatan kepada hakim lain yang berseberangan.

Pada 22 November 2016 di Jakarta Golf Club Rawamangun, Patrialis Akbar menanyakan kepada Kamaludin berkenan atau tidaknya Basuki dalam melakukan pendekatan kepada Hakim Suhartoyo menggunakan jasa Lukas (seorang pengacara yang dekat dengan Hakim Suhartoyo dan dikenal oleh Patrialis Akbar) atau menggunakan jasa Surya (saudara dari Patrialis Akbar).

Namun pada akhirnya Patrialis Akbar juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak berkenan jika Basuki menggunakan jasa Surya.

Beberapa saat kemudian Basuki menyusul ke Jakarta Golf Club Rawamangun. Patrialis menanyakan apakah Basuki sudah atau belum melakukan pendekatan kepada Hakim Suhartoyo, lalu Basuki menjawab belum melakukannya.

Setelah Patrialis meninggalkan lokasi, Kamaludin menyampaikan permintaan Patrialis kepada Basuki agar menggunakan jasa Lukas, namun Basuki tidak bersedia.

Pada 22 Desember 2016 di Restoran Penang Bistro di Grand Indonesia, Basuki, Ng Fenny dan Kamaludin kembali bertemu Patrialis Akbar. Pada pertemuan tersebut Basuki kembali menanyakan perkembangan uji materi.

"Patrialis Akbar menjawab bahwa supaya permohonan uji materi dapat dikabulkan, masih harus memperoleh persetujuan dari 2 hakim MK yang masih menolak, yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul," katanya.

Selain itu, Patrialis Akbar juga menyampaikan ada tiga hakim MK yang setuju permohonan uji materi dikabulkan, yaitu dirinya, Anwar Usman dan Wahiduddin Adams. "Sedangkan dua hakim lainnya, yaitu Suhartoyo dan Hakim Ketua Arief Hidayat belum menyampaikan pendapat," kata jaksa Lie.


Draf Putusan

Bukan saja memberi saran, Patrialis bahkan memberikan foto draf putusan kepada Kamaludin yang selanjutnya ditunjukkan kepada Basuki.

Pada 19 Januari 2017, Patrialis Akbar menelepon Kamaludin dan memintanya datang ke kantor MK. Patrialis menyampaikan bahwa sudah ada draf putusan uji materi yang akan diajukan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) serta menunjukkan pendapatnya yang tertuang dalam draf putusan dan telah ditandai dengan stabilo warna biru.

Atas seizin Patrialis Akbar, Kamaludin kemudian mengambil gambar draft putusan tersebut menggunakan telepon genggamnya.

Kamaludin kemudian menghubungi Basuki dan mereka sepakat untuk bertemu di Restoran DKevin.

Kamaludin lalu menyampaikan kepada Basuki dan Ng Fenny sudah ada draft putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/2015 serta memperlihatkan beberapa foto dari draf itu bahwa materi pada draf putusan tersebut sudah sebagaimana harapan Terdakwa dan Ng Fenny.

Pada peluncuran asosiasi travel umrah yang berlangsung 23 Januari 2017 di Hotel Borobudur Jakarta, Kamaludin kembali bertemu dengan Patrialis Akbar. Patrialis Akbar menginformasikan kepada Kamaludin bahwa ia telah memperjuangkan putusan yang rencananya dibacakan dalam minggu itu.

"Patrialis Akbar meminta Kamaludin agar menyampaikan hal tersebut kepada terdakwa, yang dipahami oleh Kamaludin agar terdakwa segera memberikan uang kepada Patrialis sejumlah Rp2 miliar yang telah terdakwa persiapkan guna mempengaruhi pendapat para hakim dalam memutus Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015," kata jaksa Lie.

Uang Rp2 miliar itu lalu ditukarkan menjadi dolar Singapura menjadi 211.300 ribu dolar Singapura. Basuki mengambil 200 ribu dolar Singapura dan meminta agar uang itu disimpan oleh Kamaludin.

Namun Kamaludin menolak sehingga uang itupun disimpan dulu oleh Basuki sebelum sempat diberikan kepada Patrialis Akbar.

Atas perbuatannya, Basuki dan Ng Fenny didakwa berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Basuki dan Ng Fenny tidak mengajukan keberatan sehingga sidang akan dilanjutkan pada 12 Juni 2017 dengan agenda pemeriksaan saksi.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017