Shuneh, Jordania (ANTARA News) - Forum Ekonomi Dunia tentang Timur Tengah yang berakhir Minggu setelah menekankan perlunya pendidikan untuk memperkuat persaingan di tengah seruan mendukung rencana Arab melakukan perdamaian dengan Israel. Perdana Menteri (PM) Uni Emirat Arab, Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, mengumumkan bahwa dana pendidikan 10 miliar dolar AS untuk menjembatani apa yang disebut jurang pengetahuan yang luas antara kawasan ini dan negara maju di Barat dan Asia. "Satu-satunya pilihan kami adalah menjembatani gap ini secepat mungkin, karena era kami ditentukan oleh pengetahuan," katanya. Sheikh Mohammed, yang juga berkuasa atas emirat Dubai yang perekonomiannya meningkat, mengatakan yayasan ini akan membangun pusat-pusat riset di kawasan ini dan pada tahun 2008 mulai memberikan beasiswa kepada para siswa untuk belajar di universitas dan institut kenamaan di dunia. Raja Jordania, Abdullah II, juga mendesak para delegasi untuk memikirkan masa depan. "Para pemuda dan pemudi ini merupakan bagian dari kawasan yang makmur ini yang memainkan peran yang penting di pentas dunia," katanya. Dari 325 juta orang yang hidup di dunia Arab, lebih dari 200 juta di bawah usia 24, kata raja tersebut. Imbauan untuk berinvestasi pada orang-orang juga disuarakan oleh para peserta lainnya, dengan satu panelis yang menyatakan hanya 298 hak paten dikeluarkan di Timur Tengah dan Afrika Utara. "Amerika Serikat mengeluarkan hampir 500 hak paten per hari," kata Arif Naqvi, seorang usahawan utama UAE. "Kawasan ini hanya dapat menutup jurang yang sangat mencemaskan ini melalui pendidikan." Di bidang politik, rencana Arab untuk perdamaian dengan Israel menerima dukungan lebih lanjut, dengan Raja Abdullah menyebut-nya "kesempatan bersejarah untuk mencapai penyelesaian yang adil, menyeluruh dan abadi." "Ini kepentingan kawasan ini-- dan sungguh, dunia -- yang mana kita berhasil," katanya, sambil menunjuk prakarsa Saudi yang dihidupkan kembali pada KTT Arab pada Maret. Rencana itu menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel sebagai gantinya Israel menarik pasukannya dari seluruh tanah Arab yang didudukinya pada tahun 1967, pembentukan sebuah negara Palestina dan kembalinya pengungsi Palestina. Israel menolak rencana itu ketika ini pertamakali diajukan pada tahun 2002 tetapi mengatakan baru-baru ini bahwa usul itu dapat memberikan suatu dasar pembicaraan, dengan syarat ada amandemen dalam masalah pengungsi. Presiden Afghanistan Hamid Karzai mengatakan negara-negara Islam seharusnya mendukung rencana itu dan Perdana Menteri Pakistan Shaukat Aziz menyebut masalah Palestina itu "inti stabilitas di dunia." Tetapi, Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki skeptis, dengan mengatakan semua rencana perdamaian sebelumnya telah gagal "karena pendekatan pihak lainnya" -- yang berarti Israel. "Kami tak melihat perubahan apa pun untuk keberhasilan prakarsa perdamaian Arab karena ini gagal untuk mengatasi masalah yang menentukan, seperti ibukota negara Palestina dan hak kembali sekitar lima juta pengungsi Palestina," tambahnya. Perdana Menteri (PM) Jordania dan Menteri Pertahanan Marouf Bakhit mengatakan "untuk pertamakalinya negara-negara Arab menguasai agenda perdamaian." Sekitar 1.000 peserta dari sekitar 50 negara menghadiri forum tahunan yang akan diadakan di Mesir tahun depan ini. Para pemimpin negara-negara berkembang G11 juga bertemu di sela-sela KTT ini dan menyetujui kerangka kerjasama dengan G8 negara industri dalam upaya mengurangi hutang dan membangun negara-negara yang lebih makmur, demikian laporan AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007