Copenhagen (ANTARA News) - Dengan sebuah jilbab yang elok menutup kepalanya, Asmaa Abdol-Hamid, warga negara Denmark kelahiran Palestina, telah meminmbulkan perdebatan hangat di Denmark saat memaklumkan bahwa ia akan memakai jilbab di parlemen bila ia terpilih dalam pemilu 2009. Seorang mantan anggota Dafta Persatuan Komunis, Asmaa Abdol-hamid memiliki kesempatan untuk menjadi Muslimah berjilbab pertama di Eropa yang terpilih sebagai anggota parlemen. Aktivis sosial dan mantan penyiar televisi berusia 25 tahun dari kota Odense, Denmark, itu dikenal komitmennya dalam politik dan memperjuangkan hak-hak kesetaraan, juga hak berjilbab dan menolak berjabat tangan dengan lelaki bukan muhrim. Namun masa depan wanita yang memakai penutup kepala tradisional, atau jilbab, di parlemen telah menyentuh perasaan di Denmark, negara yang tahun lalu memunculkan gambar kartun Nabi Muhammad yang menimbulkan kemarahan Muslim di seluruh dunia terhadap ide-ide kebebasan Barat. Muslim di Denmark berjumlah 3,5 persen dari 5,4 juta penduduk. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan 48 persen rakyat Denmark percaya wanita-wanita Muslim memiliki hak untuk memakai jilbab di parlemen, namun jumlah yang sama menentang ide tersebut, dengan empat persen tidak berpendapat. Jurubicara partai sayap kanan-jauh Partai Rakyat Denmark (DPP), Soeren Krarup, merupakan orang pertama yang bereaksi atas sikap Asmaa Abdol-Hamid, menyebut jilbabnya sebagai "simbol totaliter" menyamakannya dengan "Nazi swastika". Dan seorang anggota Palemen Eropa dari DPP, Mogens Camre, mengatakan, Asmaa Abdol-Hamid "memerlukan pengobatan psikiatris". Namun kata-kata kasar itu tidak berpengaruh terhadap Asmaa Abdol-Hamid, yang bermukim di Denmark sejak usia lima tahun bersama kedua orangtuanya warga Palestina. Ia menolak pandangan para pengeritik terhadap dirinya bahwa dia merupakan seorang wanita tertindas dan mempertahankan "haknya untuk tampil beda." Ia baru-baru ini dicalonkan oleh partainya sebagai kandidat untuk para pemilih Kopenheigen menjelang pemilu pada Februari 2009, dan jajak pendapat menunjukkan ia memiliki tempat yang baik untuk memenangkan kursi dalam majelis nasional itu. Meskipun terdapat beberapa wanita Muslim lainnya telah memenangkan kursi di perlemen Eropa -- di Belgia dan Bulgaria -- nemun tidak ada di antara mereka yang memakai jilbab. Di negara sekuler Turki, yang tak memihak Barat dan Dunia Islam dan berharap pada suatu hari menjadi anggota Uni Eropa, parlemennya pernah mengalami keributan pada 1999 ketika seorang anggota partai Islam yang kini telah ditutup, memakai jilbab saat pengambilan sumpah anggota parlemen. Ia dihalangi anggota parlemen lainnya yang melakukan protes keras, dan belakangan wanita itu meninggalkan Turki. Asmaa Abdol-Hamid percaya diri bahwa sesuatu akan berubah lebih baik baginya, ia pernah memecahkan suasana baru. Seorang wanita muda yang bersikap tenang dengan senyum merekah, dia telah membuat berita utara di media massa Denmark tahun lalu ketika menjadi penyiar televisi pertama Denmark yang memakai jilbab. Namun Ketua Partai Rakyat Denmark, Pia Kjaersgaard, yang anti-partai imigran telah muncul sebagai kekuatan politik untuk berurusan dengan, belum diyakinkan oleh kepastian Asmaa Abdol-Hamid sendiri. Kjaersgaard mengatakan, ia "merasa kasihan" kepada seorang wanita yang "mencoba membuat setiap orang percaya bahwa jilbab membuat dirinya bebas," dan menambahkan, penutup kepala itu kerap dipaksakan terhadap gadis-gadis belia tak berdosa oleh kekuasaan para lelaki. Asmaa Abdol-Hamid tetap mempertahankan sikapnya bahwa masalah itu bukan untuk dirinya semata. "Saya bebas dengan memakai sepotong kain di kepala saya. Itu merupakan suatu pilihan bahwa saya mempertimbangkan menjadi hak. Dan saya lebih suka menyambut para lelaki lewat meletakkan tangan saya di hati saya. Namun saya tidak memaksa orang lain melakukan itu," katanya. Bagi dia, memenangkan sebuah kursi di parlemen merupakan "suatu jalan bagi wanita Muslim Denmark untuk memperlihatkan apa yang ia sanggupi, dan untuk memperjuangkan gagasan-gagasannya termasuk untuk memperjuangkan kesetaraan antara lelaki dan perempuan. Menurutnya, ia amat percaya "pemisahan agama dan politik", dan mengatakan bahwa dirinya tidak akan meminta ruang shalat di parlemen bila ia terpilih. Ketika kritikan padanya semakin pedas, ia telah memiliki para pendukung. Sejumlah imam masjid di Denmark telah menyerukan untuk memilih Asmaa Abdol-Hamid, namun kebanyakan pendukungnya datang dari etnis sayap-kiri Denmark . Elsebeth Gerner Nielsen, seorang anggota oposisi Partai Radikal dan mantan menteri kebudayaan, yang tertimpa skandal oleh penyerangan sayap kanan-jauh, baru-baru ini menyambut para wartawan dan fotografer dengan memakai jilbab. Ia meminta "hak tampil beda" warga Denmark dan menekankan pentingnya kebebasan berekspresi dan memerlukan perimbangan "nasionalis dan pikiran picik" sayap kanan-jauh yang mencemooh Muslim yang memakai jilbab. "Tidak penting apa yang ada di kepala kita, namun opini-opini yang kita kemukakan," katanya. Gerner Nielsen, bagaimanapun, telah dikeritik oleh seorang mantan anggota separtainya, Naser Khader, seorang Muslim moderat, yang menuduhnya "bermain dalam kekuasaan kelompok Islam," yang diamini oleh Perdana Menteri Denmark Anders Fogh Rasmussen, demikian AFP.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007