Canberra (ANTARA News) - Kepastian penahanan 49 nelayan dari enam kapal ikan Indonesia oleh otoritas Australia sejak pekan lalu baru diterima KBRI Canberra, Senin, dan pejabat konsuler Konsulat RI Darwin sudah menghubungi seorang dari mereka yang kini ditahan di pusat penahanan nelayan asing di luar pusat ibukota Negara Bagian Northern Territory (NT) itu. Kepastian tentang asal usul para nelayan, termasuk nakhoda, asal Indonesia itu diterima Sekretaris I/Konsuler KBRI Canberra, Meri Binsar Simorangkir, dan Sekretaris I Konsulat RI Darwin, Teguh Wiweko, yang dihubungi ANTARA News secara terpisah dari Canberra, Senin. Simorangkir mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi yang memastikan status kewarganegaraan ke-49 nelayan itu dari otoritas Australia. "Sekarang mereka semua ditahan di `Darwin Detention Center` (pusat penahanan Darwin) dan besok (Selasa) pihak Konsulat RI Darwin akan bertemu mereka semua," katanya. Sekretaris I Konsulat RI Darwin Teguh Wiweko membenarkan bahwa pihaknya telah menghubungi salah seorang dari enam nakhoda kapal yang ditahan untuk memastikan kondisi mereka semua baik-baik saja. "Hari Selasa, kami bertemu mereka untuk menggali lebih jauh kronologis penangkapan, apa jenis kapalnya, serta kenapa dan dimana ditangkapnya," kata Teguh. Ia mengatakan, otoritas Australia mengklaim bahwa para nelayan Indonesia itu ditangkap di perairan Pulau Pasir (Ashmore Reef) yang sejak 1989 sudah dinyatakan Australia sebagai wilayah suaka alam bahari yang dilindungi. "Tapi semuanya akan lebih jelas dalam pertemuan Selasa," katanya. Hingga Minggu malam, KBRI Canberra maupun Konsulat RI Darwin belum menerima "notifikasi penangkapan" (notification of apprehension) dari Pemerintah Australia kecuali mengetahui informasi penangkapan para nelayan Indonesia itu dari laporan media massa. Menurut Simorangkir, selama ini, notifikasi penangkapan yang sudah menjadi prosedur yang disepakati pemerintah kedua negara itu berisikan nama kapal dan jumlah awak kapal yang mereka tahan, sedangkan nama-nama awak maupun titik koordinat penangkapan tidak pernah disebutkan dalam notifikasi itu, katanya. "Padahal kita juga memerlukan nama-nama nelayan kita yang ditahan itu, karena ini penting untuk perlindungan kekonsuleran, serta soal titik penangkapan kapal atau perahu nelayan kita supaya kita bisa melakukan verifikasi bersama apakah titik penangkapan itu benar-benar berada di perairan Australia atau justru sebaliknya masih berada di perairan kita. Ini penting untuk pembelaan diri di pengadilan," katanya. Pemerintah Australia, katanya, selalu berlindung di balik Undang Undang Privasi terkait dengan ketidakmauan mereka memberi tahu nama-nama nelayan Indonesia jika ada penangkapan, kata Simorangkir. Radio Australia akhir pekan lalu melaporkan, ke-49 nelayan itu ditemukan di atas enam kapal ikan asing pada 16 Mei lalu di perairan dekat Taman Laut Ashmore di Laut Timor. Kapal-kapal ikan itu sebelumnya tertangkap layar pesawat pengintai pantai sebelum disergap kapal bea cukai Australia.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007