Kuala Lumpur (ANTARA News) - Marawi di Filipina selatan sudah dikepung selama empat pekan dan kelompok militan Maute-Abu Sayyaf belum juga menyerah. Kini militer Filipina tidak lagi memberi tenggat waktu kapan perang melawan kelompok militan terafiliasi ke ISIS itu bakal berakhir.

"Tidak akan ada lagi tenggat waktu," kata juru bicara militer Filipina Brigadir Jenderal Restituto Padilla dalam jumpa pers Rabu lalu. Sebelumnya militer menetapkan 12 Juni sebagai batas terakhir membebaskan Marawi.

Skala kebuasan dan daya tahan para petempur Maute di Marawi sungguh mengejutkan militer Filipina. Sekitar 400 petempur dari kelompok Maute dan Abu Sayyaf sedang bertempur di Marawi, ibu kota provinsi Lanao del Sur di Pulau Mindanao.

Menurut para analis, berlarut-larutnya pengepungan Marawi menandai kegagalan pemerintah Filipina dalam memahami evolusi dan kekuatan ekstremisme di negara itu.

"Militer salah memperhitungkan kekuatan dan pengaruh kelompok-kelompok militan pro-ISIS di Marawi,"" kata satu sumber keamanan kawasan di Filipina kepada Channel News Asia. "Kelompok militan itu berencana mendeklarasikan Marawi sebagai provinsi ISIS di Asia Tenggara."

Sumber itu melanjutkan, "Mereka sudah berbasis di Kota Marawi untuk waktu lama dan membangun benteng pertahanan yang di dalamnya termasuk senjata antipesawat, bunker bawah tanah, selain menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia."

Para petempur ini juga membangun terowongan-terowongan dan ruangan-ruangan bawah tanah yang tahan bom seberat 227 kg. Terowongan-terowongan itu digunakan oleh para petempur untuk menyimpan senjata daya ledak tinggi, selain sebagai rute kabur, kata juru bicara militer Letkol Jo-ar Herrera kepada AFP.

Pengepungan Marawi dimulai pada 23 Mei ketika militer tersandung Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf dari faksi ISIS.

Militer memutuskan merangsek masuk ke kota itu sehingga memicu bentrok yang hingga kini menewaskan 290 orang, termasuk 206 militan, 58 tentara dan 26 warga sipil, demikian Channel News Asia.

Baca juga: Fakta Maute di Marawi, militan pro-ISIS paling terlatih di Filipina dan Beda dengan Marawi, ISIS tak akan bisa punya pijakan di Indonesia

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017