Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) dinilai kurang melakukan persiapan terkait penerapan sistem baru penebusan bahan bakar minyak (BBM) di depot yang dikenal sebagai sistem MySAP mulai 2 Januari lalu. Mantan Direktur Hilir Pertamina Harry Purnomo di Jakarta, Rabu, mengatakan, akibat kurangnya persiapan tersebut membuat proses distribusi BBM mengalami kekacauan sampai hari ini. "Saya dapat info, sistem ini masih menimbulkan kekacauan di daerah-daerah sampai hari ini," katanya. Menurut dia, seharusnya Pertamina melakukan uji coba terlebih dahulu sampai sistem baru berbasis teknologi informasi itu benar-benar siap diterapkan. Selain itu, lanjutnya, sistem baru itu semestinya diterapkan secara bertahap dan bukan nasional seperti sekarang ini. "Lazimnya sistem berbasis komputerisasi dilakukan secara bertahap," katanya. Pertamina, tambah Harry, juga terlihat tidak memiliki rencana cadangan kalau ternyata sistem tidak berjalan sesuai perkiraan. Terakhir, BUMN itu menerapkan sistem baru di saat yang tidak tepat yakni ketika kebutuhan BBM sedang tinggi karena masa liburan. "Pertamina tampaknya terlalu percaya diri dalam menerapkan sistem baru tersebut," katanya. Menurut dia, Pertamina harus segera memperbaiki sistem baru tersebut dan memakainya sampai benar-benar telah siap. Akibat kekacauan dalam penerapan sistem baru tersebut sejumlah SPBU mengalami kekosongan. Selain juga dikarenakan faktor sebagian SPBU mengurangi pembelian menjelang 1 Januari 2009 karena mengira pemerintah akan kembali menurunkan harga BBM dan hari libur panjang yang membuat kelambatan pengiriman. Pada Jumat (2/1), Pertamina mencatat setidaknya 129 dari sekitar 4.300 SPBU di seluruh Indonesia yang mengalami kekosongan BBM. Perinciannya, di wilayah Medan ada delapan SPBU yang kosong, Palembang enam SPBU, Lampung 10 SPBU, Jabodetabek 57 SPBU, Bandung dan Purwakarta 20 SPBU, Jatim enam SPBU, Jateng 10 SPBU, Samarinda satu SPBU, Makassar enam SPBU, dan Manado lima SPBU. Namun, sejak Jumat (2/1) Pertamina meningkatkan pasokan BBM hingga di atas 200 persen dari kebutuhan harian untuk menormalkannya kembali.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009