Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan pembangunan pabrik batubara cair tahap semi komersial dengan nilai investasi 1,3 miliar dolar AS bisa dilakukan mulai 2009. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen ESDM, Nenny Sri Utami, di sela diskusi batubara cair yang dibuka secara resmi Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Selasa, mengatakan pabrik berkapasitas 13.500 barel per hari itu diharapkan sudah beroperasi 2013. "Setelah semi komersial ini, kami akan berlanjut ke tahap komersial dengan kapasitas 27.000 barel per hari yang mulai dibangun 2013 dan beroperasi 2017," katanya. Pada kesempatan itu, sejumlah perusahaan menandatangani kesepakatan pembentukan konsorsium untuk mempercepat pembangunan pabrik batubara cair semi komersial. Mereka adalah PT Adaro Indonesia, PT Jurong Barutama Greston, PT Bumi Resources Tbk, PT DHB Power, PT Bayan Resources, PT Ilthabi Bara Utama, PT Rekayasa Industri, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, PT Berau Coal, PT Pertamina, dan AES Asia and Middle East. Konsorsium itu akan bekerja sama dengan sejumlah institusi dari Jepang, yakni METI, NEDO, JBIC, JCOAL, Kobe Steel Ltd, dan Sojitz. Teknologi batubara cair yang digunakan adalah "brown coal liquefaction" (BCL) dari Jepang. Rencananya, Pertamina akan menjadi pembeli siaga produksi pabrik tersebut. Nenny mengatakan teknologi BCL memang hal baru yang pernah digunakan di Australia dan Jepang dalam kapasitas kecil. "Lokasi yang potensial antara lain Sumsel, Kaltim, dan Kalsel yang memiliki sumber batubara banyak," katanya. Kepala Pusat Penelitian Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira,) Bukin Daulay, mengemukakan kebutuhan dana buat pembangunan pabrik komersial berkapasitas 27.000 barel per hari mencapai 2,1 miliar dolar AS. Target selanjutnya adalah pembangunan enam pabrik yang masing-masing berkapasitas 27.000 barel per hari dengan kebutuhan total investasi 9,6 miliar dolar AS. "Operasi keenam pabrik diharapkan pada 2025. Dengan demikian, pada 2025, produksi batubara cair mencapai 189.000 barel per hari," katanya. Batu bara yang dibutuhkan untuk memproduksi 13.500 barel per hari mencapai 2,5 juta ton per tahun, ujar Bukin. Sedangkan, kebutuhan batubara untuk pabrik berkapasitas 27.000 barel per hari mencapai lima juta ton per tahun atau berkapasitas 189.000 barel per hari mencapai 35 juta ton per tahun. Bukin menambahkan, kualitas batubara cair yang dihasilkan sama dengan minyak mentah. "Namun, harga jualnya bisa lebih murah 50 persen dibandingkan BBM biasa. Jadi, kalau solar dijual Rp6.000 per liter, maka harga solar dari batubara cair hanya Rp3.000 per liter," katanya. Director Division 2 International Finance Departement I JBIC Shin Oya mengatakan, pendanaan pabrik batubara cair akan berasal dari pinjaman 70 persen dan modal perusahaan 30 persen. "Kami akan menyediakan 60 persen dari kebutuhan pinjaman," katanya. Sedangkan, Presdir DH Power Kaz Tanaka menambahkan, mengingat proyek pencairan batubara merupakan hal baru maka pemerintah hendaknya memberikan insentif. "Namun, dalam jangka panjang, memang seharusnya tidak perlu insentif," katanya. Energi Alternatif Purnomo mengatakan, pihaknya akan terus mendorong program pemanfaatan energi alternatif seperti batubara cair. Pemerintah menargetkan batubara cair mampu menyumbang dua persen dalam bauran energi secara nasional pada tahun 2025. Namun, Purnomo mengakui, pengembangan energi alternatif termasuk batubara cair mengalami banyak kendala mulai teknis, biaya, hingga sosial. "Pada umumnya, masyarakat di Indonesia belum sepenuhnya menerima sumber energi non BBM," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007