Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akan menerapkan sistem Parlemen Ombudsman jika Rancangan Undang-undang (RUU) Ombudsman RI yang diusulkan DPR disahkan menjadi Undang-undang, kata anggota Komisi II DPR RI, Eva Kusuma Sundari di Jakarta, Selasa. "Kecenderungan (RUU itu-red) adalah Parlemen Ombudsman," katanya dalam diskusi publik "Ombudsman dan Pengawasan Pelayanan Penegakan Hukum" hasil kerjasama KBR 68H dan Komisi Ombudsman Nasional. Menurut Eva, RUU Ombudsman RI yang masih di bahas di DPR itu cenderung menempatkan badan pengawas penyelenggaraan negara (Ombudsman Nasional) di bawah DPR. Pernyataan Eva itu dapat dilihat di beberapa pasal dalam RUU Ombudsman RI yang mengatur hubungan antara Ombudsman Nasional dan DPR. Pasal 14 ayat (1) RUU tersebut menyatakan Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman Nasional dipilih oleh DPR. Kemudian, pasal 19 ayat (5) juga mempertegas wewenang legeslatif. Dalam pasal itu dinyatakan pemberhentian Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman dilakukan oleh Presiden berdasar keputusan DPR. Sedangkan anggota Ombudsman dapat diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Ombdsman dengan pertimbangan DPR. Selain itu, dalam pasal 38 ayat (1) dan (2) dinyatakan Ombudsman Nasional wajib menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan kepada DPR dengan menyampaikan tembusan kepada Presiden. Laporan berkala disampaikan setiap tiga bulan sekali, sedangkan laporan tahunan disampaikan pada bulan pertama tahun berikutnya dan akan dibahas oleh DPR. Sementara itu, anggota Komisi Ombudsman Nasional, Teten Masduki mengatakan RUU Ombudsman RI adalah langkah awal yang bagus untuk memperkuat posisi Ombudsman. Menurut dia, institusi pelayanan publik mau tidak mau akan menyikapi rekomendasi Ombudsman untuk melakukan perbaikan pelayanan karena kehadiran Ombudsman adalah amanat UU. Kondisi itu akan meningkatkan posisi tawar Ombudsman di hadapan institusi pelayana publik, setelah sebelumnya terpuruk ketika masih diatur dengan Kepres Nomor 44 Tahun 2000. Terkait kecenderungan penerapan sistem Parlemen Ombudsman, Teten mengatakan sistem tersebut akan membuat DPR bisa berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih strategis, seperti penentuan anggaran dan legislasi. Sedangkan segala urusan administratif terkait keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik dapat dikerjakan oleh Ombudsman Nasional dan Daerah. Namun demikian, dia mengatakan DPR juga harus membuat mekanisme yang bisa membuat kerja Ombudsman efektif jika lembaga legeslatif itu berniat menerapkan sistem Parlemen Ombudsman. "Perlu ada mekanisme parlemen untuk efektifkan kerja Ombudsman," katanya. Teten menegaskan harus ada kejelasan bahwa rekomendasi yang dibuat Ombudsman tentang perlunya perbaikan pelayanan publik dalam suatu instansi disikapi serius oleh intansi terkait. Meski demikian secara pribadi, Teten lebih setuju penerapan sistem Ombudsman yang bertanggung jawab kepada Presiden (Eksekutif Ombudsman). Perbaikan pelayanan publik akan lebih efektif jika rekomendasi perbaikan itu langsung mendapat dukungan dari eksekutif, badan yang berhak melakukan intervensi terhadap institusi pelayanan publik. RUU Ombudsman RI akan mengatur Ombudsman Nasional yang berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. RUU yang merupakan inisiatif DPR itu telah digagas oleh PDR periode 1999-2004. Namun demikian, RUU itu baru dibahas dalam rapat tingkat Panitia Kerja bersama pemerintah akhir-akhir ini.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007