Jakarta (ANTARA News) - Ketua Panitia Anggaran DPR RI Emir Moeis menilai, peningkatan belanja pemerintah pada APBN hingga saat ini belum banyak dinikmati oleh rakyat kalangan bawah. "Kalau berhasil dirasakan rakyat bawah nggak apa-apa dan kita dukung, tapi 3 tahun ini kita lihat yang di bawah tidak bergeming, yang tumbuh hanya mal-mal di kota sehingga ada kesenjangan," kata Emir Moeis di Jakarta, Rabu. Ia menyebutkan, dari waktu ke waktu pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan kemampuan belanjanya. Pada tahun 2005 pemerintah menaikkan harga BBM atau mengurangi subsidi BBM, dan pada 2007 ini pemerintah berencana menaikkan defisit anggaran hingga mencapai 1,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Dengan defisit yang meningkat berarti ada peningkatan belanja pemerintah," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) itu. Ia menilai, hingga saat ini tidak ada peningkatan daya beli oleh masyarakat kalangan bawah. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan belum adanya peningkatan daya beli masyarakat secara signifikan. "Saya juga punya data bahwa daya beli masyarakat pedesaan tidak tumbuh, artinya rakyat kecil belum memiliki daya beli. Kalau daya beli tidak ada, pasar tidak terbentuk, mana ada orang bisa produksi, artinya buat apa orang berinvestasi," katanya. Emir juga mengingatkan bahayanya penjaminan berbagai proyek infrastruktur dengan dana dari APBN. "Kalau jalan tol, serahkan sepenuhnya ke swasta, pemerintah jangan ikut-ikut. Kita punya pengalaman dalam penjaminan proyek listrik seperti Karaha Bodas dan Dieng Patuha, semuanya berantakan," katanya. Ia menyebutkan, kalaupun penjaminan akan dilakukan harus jelas dulu siapa investornya. Mereka harus benar-benar investor yang kredibel. "Kalau masih sisa-sisa investor BLBI nggak akan ada gunanya. Ini negara, bukan perusahaan. Kalau perusahaan ngemplang bisa default, tapi kalau negara ngemplang, maka yang akan terjadi seperti sekarang di mana kita mesti bayar dalam kasus Karaha Bodas padahal kita lagi susah," katanya. Menurut dia, kebijakan ekonomi yang diambil dan dilaksanakan sebaiknya yang wajar-wajar saja dengan memperhitungkan dan meminimalkan resiko yang mungkin timbul. "Jangan ekonomi yang ngejar pencitraan saja, bahaya itu. Dan saya lihat berbagai masalah seperti pengangguran yang masih tinggi, dalam 2007-2008 juga tidak bisa langsung ilang," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007