Sleman (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemeterian Perhubungan Agus Santoso menegaskan kegiatan penerrbangan balon udara dalam kegiatan tertentu tetap harus terkontrol demi keselamatan perjalanan penerbangan pesawat udara.

"Balon udara yang diterbangkan ke angkasa tidak boleh tanpa kontrol harus diikat. Balon udara ini sangat luar biasa bisa mengancam keselamatan transportasi udara," kata Agus Santoso di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, untuk mengantiusipasi terulangnya kejadian tahun lalu dimana suatu event dengan penerbangan balon udara dalam jumlah besar yang sempat menganggu pandangan pilot pesawat maka penerbangan balon udara tetap harus mendukung keselamatan transportasi udara.

"Balon udara tanpa awak juga dapat berpotensi masuk ke mesin pesawat sehingga pesawat mengalami gagal mesin," katanya.

Ia mencontohkan, kegiatan festival balon udara yang biasa digelar tiap tahunnya di wilayah Jawa Tengah seperti Magelang dan Wonosobo merupakan tradisi dan kreatifitas masyarakjat dalam merayakan lebaran

"Namun balon udara tanpa awak ini berpotensi menganggu keselamatan penerbangan, karena balon udara yang terbang dengan diisi gas ini mampu terbang hingga ketinggian 25 ribu Feet. Untuk itu kami mengimbau agar balon udara yang diterbangkan diikat sehingga masih bisa dikontrol," katanya.

Agus menyebutkan, tahun lalu balon udara yang diterbangkan sempat menghalangi pandangan pilot ketika menerbangkan pesawat dari Jakarta ke Yogyakarta.

"Selain menghalangi pandangan pilot, balon udara juga dikhawatirkan berpotensi masuk pada mesin dan menganggu kerja baling-baling sehingga mesin pesawat mati," katanya.

Ia mengatakan, jika terjadi demikian maka pesawat mengalami gagal engine dan bisa meledak.

"Balon udara tanpa awak ini juga tidak terdeteksi radar sehingga membahayakan keselamatan penerbangan. Jika balon udara menempel di bagian bawah pesawat maka akan menutup sensor, mala ketinggian pesawat menjadi tidak bisa terdeteksi oleh air trafict control (ATC)," katanya.

Ia mengatakan, semua hal yang membahayakan penerbangan bisa dikenai sanksi pidana maupun perdata.

"Sanksi tersebut diatur dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 tahun 2009 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 9 tahun 2009 dengan ancaman hukuman pidana dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta," katanya.

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017