Istanbul (ANTARA News) - Ratusan ribu pendukung oposisi Turki pada Minggu waktu setempat memadati sebuah lapangan di Istanbul untuk menandai berakhirnya pawai hampir sebulan untuk memprotes tuduhan ketidakadilan di bawah Presiden Recep Tayyip Erdogan, sebuah tentangan langka terhadapnya.

Lautan manusia memenuhi lapangan pinggir pantai di Maltepe, Istanbul bagian Asia, untuk merayakan puncak "perjalanan 450 kilometer dari Ankara ke Istanbul yang dilakukan oleh pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP) Kemal Kilicdaroglu.

Demonstrasi tersebut sejauh ini merupakan aksi terbesar oposisi di Istanbul sejak demonstrasi Mei-Juni 2013 untuk menentang pemerintahan Erdogan.

Kilicdaroglu memulai perjalanan 25 harinya untuk memprotes penangkapan salah satu anggota parlemen dari partainya dan itu dengan cepat berkembang menjadi sebuah demonstrasi besar menentang dugaan ketidakadilan di bawah keadaan darurat yang diberlakukan menyusul kudeta gagal 15 Juli tahun lalu.

"Tidak boleh ada yang berpikir demonstrasi ini yang terakhir. Ini adalah langkah pertama," kata Kilicdaroglu kepada para peserta yang membalas perkataannya dengan berteriak "Keadilan!"

"Setiap orang harus tahu betul bahwa tanggal 9 Juli adalah langkah baru, sebuah sejarah baru... sebuah kelahiran baru," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

Biasanya, hanya Erdogan yang mampu memobilisasi banyak orang dalam skala seperti itu dan dia pada masa lalu juga pernah menggelar pertemuan massal bagi para pendukungnya di daerah Maltepe.


"Pawai Gandhi"

Pejabat CHP mengatakan kepada AFP bahwa peserta aksi bisa sampai dua juta lebih namun itu tidak bisa segera dikonfirmasi.

Para pendukung membandingkan aksi Kilicdarogluoria (69) dengan pawai yang dilakukan oleh pemimpin kemerdekaan India, Mahatma Gandhi, untuk menentang monopoli garam Inggris pada 1930.

Sejak meninggalkan Ankara, pemimpin oposisi itu mengenakan pakaian sehari-hari sederhana, kemeja putih dan celana panjang gelap, dengan topi untuk melindungi diri dari matahari. Pada malam hari dia beristirahat di karavan.

Kilicdaroglu mengatakan dia berpawai untuk seluruh penduduk Turki yang jumlahnya mendekati 80 juta orang.

"Kita sudah menulis sejarah, kita sudah menulis legenda. Kalianlah yang menulis sejarah," katanya kepada massa pendukung.

Kilicdaroglu melakukan pawai dari Ankara setelah anggota parlemen dari partainya, Enis Berberoglu, seorang bekas jurnalis, dihukum sampai 25 tahun penjara dengan tuduhan membocorkan informasi rahasia ke surat kabar.

Kilicdaroglu mengatakan dia ingin ada lambang CHP dalam aksi itu, hanya slogan "Keadilan" dan gambar pendiri Turki Modern, Mustafa Kemal Ataturk.

Dalam demonstrasi besar yang diapit gambar Ataturk dan bendera Turki itu hanya ada satu kata yang tercetak pada kanopinya, -- "Adalet" (Keadilan) -- dalam huruf-huruf raksasa.


"Pawai untuk Keadilan"

Sekitar 50.000 orang telah ditangkap di bawah status darurat Turki dan 100.000 lainnya kehilangan pekerjaan, termasuk di antaranya para guru, hakim, tentara dan polisi.

"Kita berpawai untuk keadilan, kita berpawai untuk hak-hak mereka yang tertindas. Kita berpawai untuk anggota parlemen yang dipenjara. Kita berpawai untuk para jurnalis yang ditangkap. Kita berpawai untuk para akademisi universitas yang diberhentikan dari pekerjaan mereka," kata Kilicdaroglu.

"Kita berpawai karena keadilan sedang di bawah monopoli politik," ia menambahkan.

Kilicdaroglu mengecam keras upaya kudeta yang gagal, namun juga mengkritik cakupan status darurat yang diberlakukan.

Kilicdaroglu mengatakan dia menentang keduanya, "rezim satu pria" dan Fethulah Gulen, yang dituduh sebagai dalang upaya kudeta yang gagal.

"Kita ingin mengembalikan kekuasaan yang disambar dari parlemen," kata Kilicdaroglu. "Siapa yang berani mengubah negara ini, yang seperti surga, menjadi neraka!" ia menambahkan.(hs) 


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017