New York (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan penyesalan yang mendalam atas keputusan Pemerintah Myanmar untuk meneruskan penahanan terhadap Aung San Suu Kyi dan meminta pemerintahan itu segera membebaskan perempuan tokoh demokrasi itu. "Ia (Ban) menyatakan keyakinannya bahwa jika Daw Aung San Suu Kyi dan para tokoh politik lainnya segera dibebaskan, Myanmar akan dapat lebih cepat maju ke arah rekonsiliasi nasional, perbaikan demokrasi serta penghormatan penuh bagi hak asasi manusia," kata Juru Bicara Sekjen PBB Michel Montas kepada wartawan di Markas Besar PBB, New York, Jumat. Montas menyampaikan tekad Sekjen Ban untuk meneruskan upaya mencapai kemajuan nyata di Myanmar sesuai dengan mandat Majelis Umum PBB. "Ia telah memerintahkan penasehat khususnya, Ibrahim Gambari, untuk terus berdialog dengan pemerintah dan rakyat Myanmar," ujar Montas. Suara yang lebih keras terhadap keputusan pemerintah Myanmar itu disampaikan AS. "Amerika Serikat sangat mengutuk keputusan Burma (Myanmar, red) yang memperpanjang masa penahanan rumah terhadap pemimpin Burma, yang terpilih secara demokratis itu," kata Dubes AS untuk PBB, Zalmay Khalilzad, dalam perbincangannya dengan ANTARA News, Jumat. Khalilzad, yang negaranya saat ini menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB untuk bulan Mei, menekankan bahwa masalah Myanmar penting untuk diperhatikan guna menjamin penghormatan HAM, demokrasi, hak rakyat untuk memilih pemimpin, aturan hukum serta upaya-upaya untuk memastikan para pemimpin negara melakukan tugasnya secara bertanggung jawab. Namun Khalilzad tidak menjawab secara tegas ketika ditanya apakah AS berencana untuk mencoba kembali membawa masalah Myanmar ke Dewan Keamanan PBB atau tidak . "Saya terbuka saja. Tapi tahu sendiri apa yang terjadi waktu itu, ada veto dari Rusia dan China. Kalau menyangkut PBB, itu berarti berurusan dengan dinamika, aturan, prosedur Dewan Keamanan, para anggota tetap (DK) dan veto... Tapi tidak, saya tidak pernah menyerah. Saya terbuka," katanya. Pada Januari 2007, upaya membawa masalah Myanmar ke Dewan Keamanan telah dilakukan AS namun upaya tersebut mengalami kegagalan karena dalam proses pemungutan suara yang dilakukan oleh 15 negara anggota PBB, dua anggota permanen DK-PBB, yaitu Rusia dan China menggunakan hak veto (menolak). Saat itu Indonesia --anggota tidak tetap Dewan Keamanan-- memilih posisi abstain. Aung San Suu Kyi yang memimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (LND), telah mengalami penahanan selama 11 tahun dan empat tahun menjalani penahanan rumah tanpa dakwaan. Penahanan tersebut dialaminya setelah NLD memenangi pemelihan umum tahun 1990 dengan mendapatkan 80 persen kursi di parlemen. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007