Bagdad (ANTARA News) - Sepuluh lagi tentara Amerika tewas di Irak pada hari sama saat Amerika Serikat menandai Hari Pahlawan, peringatan tahunannya atas tentara korban perangnya, kata tentara hari Selasa. Kematian itu menegaskan Mei sebagai bulan paling berdarah pada tahun ini bagi tentara Amerika Serikat, dengan 113 tewas. Delapan di antara tentara itu tewas di propinsi Diyala, tempat helikopter mendarat darurat menewaskan dua awaknya dan enam tentara dalam perjalanan ke tempat kejadian tersebut tewas akibat bom jalanan. Dua tentara lain sedang meronda tewas pada hari sama di Bagdad selatan oleh bom jalanan. Korban terahir itu membuat korban tewas Amerika Serikat sejak serbuan pimpinan negara adidaya itu pada Maret 2003 menjadi 3.465, demikian data kantor berita Prancis AFP berdasarkan atas angka Pentagon. Peningkatan jumlah korban itu sebagian besar diakibatkan oleh "banjir" tentara Amerika Serikat ke daerah yang sebelumnya mereka hindari, seperti, propinsi rusuh Diyala. Sementara itu, dukungan rakyat di dalam negeri bagi tugas Amerika Serikat tersebut anjlok, dan upacara khidmat Hari Peringatan pada Senin akan kembali memusatkan perhatian pada nilai darah, yang dibayar Amerika Serikat dalam pertempuran untuk menenangkan Irak. Presiden George W Bush, yang pekan lalu menang dalam perjuangannya mendapatkan tambahan 120 miliar dolar Amerika Serikat (sekitar 1,08 biliun rupiah) untuk biaya perang dari Kongres pimpinan Demokrat, yang berupaya menarik tentara, memperingatkan bahwa ia memperkirakan terjadi lebih banyak kekerasan. "Kami bisa memperkirakan banyak lagi korban orang Amerika Serikat dan Irak," katanya pada Kamis. "Musim panas ini menjadi waktu genting untuk siasat baru," tambah dia, yang meramalkan peningkatan serangan saat panglima Amerika Serikat di Irak, Jenderal David Petraeus, menyiapkan laporan pada September tentang kemajuan gerakan tersebut. Senator Jeff Sessions, anggota Panitia Dinas Bersenjata Senat, Minggu menyatakan laporan September itu akan memberikan kesempatan untuk mengurangi ke-147.000 tentara Amerika Serikat di negeri terkoyak perang itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007