Liran, Maluku (ANTARA News) - Pemerintah melalui BUMN PT Telkom Indonesia Tbk membuka isolasi masyarakat di Pulau Liran, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku dari ketertinggalan infrastruktur telekomunikasi dan ekonomi dengan membangun menara "Base Transceiver Station" (BTS) di wilayah itu.

"Pemerintah terus berkomitmen membangun infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia sesuai program nawacita yang salah satunya ikut berpartisipasi mengembangkan perekonomian di daerah 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan)," kata Menteri BUMN Rini Soemarno, di sela-sela peresmian BTS Telkomsel di Liran, Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Selasa.

Pengoperasian BTS Telkomsel, anak usaha PT Telkom di Pulau Liran yang berbatasan langsung dengan perairan laut Timor Leste itu pada Senin (7/8), dilakukan Direktur Utama Telkom Alex J. Sinaga, yang disaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno, Bupati Maluku Barat Daya Barnabas Orno, Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo, dan sejumlah direksi BUMN.

Menurut Alex Sinaga, pembangunan BTS di Pulau Liran menjadi bagian dari rencana jangka panjang Telkomsel yang tidak henti memperluas cakupan layanan hingga seluruh pelosok Nusantara.

Pulau Liran, satu di antara 4 pulau di Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Di lokasi terpencil dengan jumlah penduduk sekitar 1.118 jiwa atau 235 KK, daerah ini baru teraliri listrik sejak tahun 2015 yang setiap hari hanya hidup mulai jam 18.00-06.00 WIT.

Masyarakat Liran umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Akibat isolasi ini transaksi jual beli hasil tangkapan ikan, hasil perkebunan, perdagangan hingga pemeriksaan kesehatan warga terpaksa harus ke Timor Leste.

Hasil tangkapan ikan dijual kepada pengepul untuk dibawa ke Timor Leste. Kalaupun ada nelayan Liran yang ingin langsung menjual ikan ke Timor Leste membutuhkan waktu 5 jam naik perahu mesin yang terkadang harus bermalam di tengah lautan.

Selama ini warga mengakses komunikasi menggunakan jaringan seluler Telkomcel milik operator Timor Leste, dengan tarif "roaming" internasional yang mengkover sebagian kecil desa Pulau Liran.

"Saat ini dengan hadirnya jaringan Telkomsel, komunikasi masyarakat dengan pulau lainnya atau ke provinsi sudah lebih mudah. Perekonomian di wilayah ini diharapkan bisa meningkat lebih cepat," ujar Alex.

Sementara itu, Vice President ICT Network Mangement Area Pamasuka (Papua, Maluku, Sulawesi dan Papua), Telkomsel, Samuel Pasaribu mengatakan, BTS yang dibangun di Pulau Liran tipe BTS Macro Combat yang cakupannya (coverage) hingga radius 5 kilometer.

Menurutnya, dua tantangan dalam membangun BTS di Pulau Liran, yaitu biaya transportasi yang mahal dan listrik yang tidak hidup selama 24 jam, sehingga biaya operasional satu unit BTS bisa mencapai Rp120 juta per bulan yaitu untuk pembelian sekitar 1.500 liter BBM dan termasuk menyewa satelit.

"Dari sisi bisnis bagi Telkomsel, pembangunan BTS ini tidak menguntungkan. Namun yang penting bahwa wilayah ini secara perlahan terlepas dari isolasi dan dalam jangka panjang perekonomian masyarakat bisa berkembang," ujarnya.

Dengan hadirnya sinyal "Merah Putih" di Pulau Liran ini maka tarif layanan Telkomsel dipastikan akan jauh lebih murah dibanding tarif seluler Telkomcel milik Timor Leste yang tarif percakapan (voice) mencapai sekitar 1 dolar AS per menit.

Selain BTS seluler, saat yang bersamaan Telkom juga membangun "Broadband Learning Center" dengan menyediakan dua unit perangkat akses internet Indihome Sky dan 15 unit komputer dan satu unit proyektor slide kepada SMK Kelautan dan Perikanan di Desa Ustutum.

Selama ini di wilayah SMK Kelautan dan Perikanan tersebut tidak dapat mengkases internet kecuali menggunakan jaringan internasional roaming Telkomcel operator telekomunikasi milik Timor Leste.

Dengan jaringan internet berbasis satelit itu, para siswa SMK dapat mengoperasikan dan mengakses berbagai progam yang disediakan Telkom, antara lain Pustaka Digital (PaDi) dan informasi digital lainnya.

(T.R017/C004)

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017