Banda Aceh (ANTARA News) - Jutaan penduduk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) agaknya tersentak atas beredarnya video mesum melalui telepon seluler (HP) dan internet, pasalnya rekaman adegan panas itu diyakini berlokasi di daerah berjuluk Serambi Mekah tersebut. Berbagai gambar dengan beragam pose bugil, seperti beberapa aksi panas di atas ranjang dua insan berlainan jenis yang beredar di HP dan internet itu diisukan pengambilan gambarnya di lakukan di daerah yang berjuluk "Serambi Mekah" itu. Akan tetapi, dari beberapa gambar adegan panas yang telah tersebar di HP dan internet itu satu kasus mendapat perhatian masyarakat di Aceh, yakni rekaman paksa yang dialami dua remaja yang diperkirakan lokasinya di pantai wisata Lhoknga, Aceh Besar. Gambar dua remaja berlainan jenis yang sedang beradegan panas bagaikan cerita cinta dalam sebuah film itu juga beredar cepat melalui HP dan internet, sehingga menimbulkan beragam tanggapan publik di Aceh. Namun, reaksi keras itu bukan ditujukan kepada kedua remaja tanggung yang sedang beradegan panas, tapi kutukan terhadap perekam paksa di "negeri" yang telah diberlakukan undang-undang syariat Islam kaffah (menyeluruh) di Indonesia. Sebab, video adegan panas dilakukan dua remaja (anak baru gede:ABG) itu berlangsung di bawah ancaman belasan pemuda yang berlagak seperti polisi yang sedang melakukan proses rekonstruksi (reka ulang) atas salah satu kasus kejahatan. Perbuatan belasan pemuda merekam dengan HP secara paksa terhadap dua remaja di atas pasir putih yang diperkirakan itu merupakan tindakan biadab, demikian komentar sejumlah kalangan perempuan di Kota Banda Aceh. "Itu tontonan tidak etis dan sangat menjijikkan. Apalagi adegan tersebut dilakukan dua remaja berlainan jenis di bawah tekanan/paksaan sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab," kata sejumlah perempuan di Kota Banda Aceh. Despriyani, seorang perempuan Aceh menyatakan terkejut ketika membaca sebuah berita terkait adegan panas yang dilakukan sepasang remaja di bawah paksaan dan rekaman videonya tersebar di Aceh. Adegan sepasang remaja yang direkam dan beredar melalui telepon seluler (HP) dan internet serta disadurkan media cetak itu harus diusut pihak kepolisian untuk memberikan kepastian hukum bagi orang yang telah dikorbankan secara kejiawaan dan martabatnya. Despriyani minta aparat penegak hukum serius menangkap pelaku perekam video tersebut, karena selain berdampak buruk bagi dua remaja yang dipaksa melakukan adegan panas, juga sangat memalukan daerah ini. Itu tindakan bejat dan perbuatan orang-orang jahil, dengan sengaja memaksa orang melakukan perbuatan mesum sambil merekam gambarnya. Ujian Syariat Islam "Kita tidak bisa menerima perbuatan itu, namun kalau memang dua remaja telah melakukan perbuatan mesum serahkan ke polisi atau diadili secara adat, bukan memaksa mereka ulang, kemudian disebarluaskan," ujarnya. Fitri, seorang ibu lainnya, juga menyatakan prihatin atas sikap sekelompok pemuda yang telah melakukan pelecehan terhadap sepasang remaja tersebut. "Kalau memang sepasang remaja itu telah berbuat salah, tangkap dan diserahkan kepada orangtua atau masyarakat desa untuk diberikan sanksi, bukan memaksa mereka malakukannya lagi untuk kemudian direkam dan disiarkan dalam bentuk kaset video," katanya. Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Tgk Muslim Ibrahim mengatakan, maraknya kasus video mesum di Aceh itu merupakan ujian bagi penerapan syariat Islam di daerah tersebut. "Maraknya video mesum bahkan yang lebih parah yang dibuat di bawah tekanan terhadap sepasang remaja merupakan ujian bagi pelaksanaan syariat Islam yang kita terapkan di Aceh," katanya. Dia mengatakan, kasus pelanggaran terhadap syariat itu merupakan salah satu godaan dan cobaan bagi umat Islam khususnya di provinsi berjuluk Serambi mekah dalam menegakkan aturan Allah SWT yang kaffah. "Syaitan dengan berbagai cara terus berupaya mengajak manusia untuk berbuat dosa agar menemaninya di neraka, salah satunya adalah melalui video mesum yang dapat merusak aqidah dan menjadi cobaan bagi kita untuk benar-benar menegakkan syariat secara kaffah," katanya. Dia juga mengutuk pelaku pemaksaan video asmara yang dilakukan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab kepada sepasang remaja dikawasan pantai Lhoknga Aceh Besar pada Kamis (17/5) yang saat ini telah ditangani polisi. "Kepada aparat polisi kita harapkan penegakan hukum dan usut tuntas kasus pemaksaan perbuatan asusila itu. Polisi seharusnya merasa malu karena kasus tersebut terjadi di wilayah hukumnya yang memberlakukan syariat Islam," katanya. Selain itu, semua pihak harus terlibat bahu membahu mengusut dan menegakkan syariat Islam termasuk media massa dengan memberitakan informasi terkait kasus tersebut secara bijaksana. Khusus bagi para orang tua, ketua perkumpulan ulama yang terpilih untuk kedua kalinya memimpin MPU NAD itu juga berpesan agar lebih giat menjaga anaknya dari perbuatan yang dapat merusak diri dan mempermalukan keluarga serta daerah. Kejar Pelaku Sementara itu, aparat jajaran Polda NAD telah mengidentifikasi dua pelaku dari kelompok yang disebut-sebut berjumlah 15 orang itu dan kini sedang melakukan penyelidikan terkait dengan kasus tersebut. "Kami telah memperoleh laporan dari orangtua korban yang terekam paksa dalam video asmara itu," kata Kabid Humas Polda NAD, Kombes Pol Jodi Heriyadi. Keterangan sementara menyebutkan bahwa korban ada mendengarkan sejumlah nama disebutkan saat pemaksaan itu terjadi, dan polisi akan menuntaskan penanganan kasus tersebut. Dari pengakuan, salah seorang korban berusia sekitar 16 tahun itu juga mengatakan tidak benar telah melakukan hubungan "intim" seperti yang direkam dalam video yang saat ini menyebar luas di handphone dan internet. "Jadi tidak ada reka ulang, karena memang mereka tidak melakukan yang dituduhkan itu," kata Jodi. Dia mengatakan, apabila tertangkap pelaku pemaksaan adegan mesra itu dapat dikenakan pasal berlapis yaitu pasal 289 KUHP tentang membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara. Pasal 282 KUHP tentang menyiarkan gambar asusila dengan ancaman hukuman satu tahun enam bulan penjara, pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan diancam satu tahun penjara. Selain itu pelaku juga dapat diancam dengan pasal 80,81 dan 82 Undang-undang No.23/2002 tentang Perlidungan Anak karena melakukan kekerasan terhadap anak dengan ancaman hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun. Upaya penegakan hukum dengan menangkap pelaku perekam paksa oleh polisi telah menjadi harapan masyarakat untuk sebuah pembuktian apakah kasus tersebut benar terjadi. Atau sebaliknya beredarnya gambar porno yang lokasi shottingnya di Aceh itu hanya sebuah rekayasa dengan tujuan mendeskreditkan syariat Islam yang telah menjadi kesepakatan jutaan penduduk muslim di Serambi Mekah ini.(*)

Oleh Oleh Azhari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007