Pontianak (ANTARA News) - Dana Suaka Margasatwa (WWF) Indonesia menilai, kabupaten/kotamadya lain di Indonesia perlu untuk membahas dan menerapkan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Jasa Lingkungan, seperti yang disahkan Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu. Menurut Hermayani Putra, dari World Wildlife Fund for Nature (WWF) Program Kalimantan Barat, di Pontianak, Jumat, perda tersebut mendukung pendanaan konservasi sumber daya air berbasis multi-pihak. Perda Jasa Lingkungan Kabupaten Lombok Barat tersebut mengatur bahwa 75 persen dana jasa lingkungan yang terkumpul akan dikembalikan ke alam untuk mendukung kegiatan konservasi, rehabilitasi dan penguatan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hutan dan pesisir, sedangkan 25 persen akan dialokasikan bagi pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Ia menambahkan, aspek penting dari Perda Jasa Lingkungan tersebut yakni dana jasa lingkungan yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan seluruh konsumennya di Kabupaten Lombok Barat, serta industri yang memanfaatkan jasa lingkungan, seperti industri air mineral dan pariwisata alam, akan dikelola oleh lembaga multi-pihak yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, swasta, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pemerintah kabupaten mentargetkan sekitar Agustus 2007 mulai memberlakukan aturan terhadap konsumen PDAM di Mataram dan Lombok Barat berupa tambahan dana konservasi yang dititipkan melalui rekening harga air per rumah tangga. Bagi WWF-Indonesia, perda tersebut patut didukung mengingat adanya pendekatan inovatif di tengah sejumlah kompleksnya permasalahan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di pulau kecil tersebut. Mekanisme semacam itu adalah konsep dasar untuk mengembangkan pembayaran jasa lingkungan yang lain, seperti yang marak akhir-akhir ini, karbon. Direktur Eksekutif WWF-Indonesia, Mubariq Ahmad, mengatakan, perda yang mengadopsi skema Pembayaran Jasa Lingkungan akan membantu mewujudkan pelestarian alam yang berkelanjutan dan bersikap adil terhadap masyarakat lokal. Selama ini, sejumlah konflik sering terjadi antara pengelola kegiatan konservasi dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Masyarakat lokal sering menuding bahwa kegiatan konservasi justru membatasi akses mereka ke sumber daya alam. Ia mengatakan, Perda Jasa Lingkungan ini merupakan payung hukum yang akan mengatur mekanisme kompensasi jasa lingkungan itu sendiri sehingga program pelestarian alam di kawasan hutan Gunung Rinjani akan memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Sementara Program Leader WWF-Indonesia Nusa Tenggara, Ridha Hakim menilai, disahkannya Perda Jasa Lingkungan di Lombok Barat menjadi bukti bahwa telah terjadi peningkatan kesadaran masyarakat di Lombok Barat terhadap pentingnya konservasi hutan di daerah hulu Gunung Rinjani. "Mekanisme insentif bagi masyarakat di hulu Gunung Rinjani yang telah dikembangkan akan menciptakan suatu bentuk tanggung jawab bersama dalam pengelolaan sumber daya alam secara imbang dan adil," katanya. Kawasan hutan Rinjani dengan luas 125.000 hektar memiliki nilai ekonomi kawasan yang diperkirakan mencapai Rp5,178 trilliun. Hutan Rinjani sangat penting sebagai daerah tangkapan air di Pulau Lombok yang masuk kategori pulau kecil tersebut. Hampir 80 persen kebutuhan air penduduk pulau itu, baik untuk keperluan irigasi, air minum, dan industri, disuplai langsung oleh kawasan ini. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, kecenderungan kerusakan sumber daya alam (hutan dan pesisir) terjadi, di mana sekitar 40 persen sumber mata air telah hilang atau mengalami penurunan debit air yang cukup signifikan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007