Jakarta (ANTARA News) - KPK memperpanjang pencegahan ke luar negeri terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung, tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

KPK telah menetapkan Temenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim.

"Kami dapat informasi sudah dilakukan perpanjangan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka SAT untuk enam bulan ke depan mulai 31 Agustus 2017," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, KPK telah mencegah Temenggung ke luar negeri untuk enam bulan ke depan sejak 21 Maret 2017 lalu.

Menurut Diansyah, dalam kasus BLBI KPK akan terus memeriksa saksi-saksi. "Bahkan proses audit BPK sudah hampir final, nanti kami informasikan lebih lanjut terkait dengan kerugian keuangan negara yang dihitung dari hasil audit final tersebut," tuturnya.

KPK, Selasa ini dijadwalkan memeriksa Temenggung sebagai tersangka.

"SAT sebagai tersangka kami rencanakan diperiksa hari ini tetapi yang bersangkutan mengirimkan surat belum bisa memenuhi pemeriksaan hari ini sehingga dijadwalkan ulang. Permintaannya setelah 13 September, tentu kami akan pertimbangkan lebih lanjut kapan penjadwalan ulang pemeriksaan tersangka," kata Diansyah.

Selain memeriksa dia, KPK juga dijadwalkan memeriksa pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani, alias Ayin sebagai saksi untuk tersangka Temenggung dalam kasus yang sama.

"Tadi juga diadakan pemeriksaan terhadap Artalyta Suryani sebagai saksi. Yang bersangkutan belum datang akan dijadwalkan ulang dan nanti kami akan sampaikan lebih lanjut terkait dengan waktu pemeriksaannya," kata Diansyah.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui hakim tunggal Effendi Mukhtar pada 2 Agustus 2017 telah menolak seluruh permohonan praperadilan Temenggung terkait kasus BLBI.

SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8/2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Temenggung diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia pada 2004.

Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan dengan mengubah atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman BLBI.

Hasil restrukturisasinya adalah Rp1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi kerugian negara.

BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) oleh Bank Indonesia kepada bank-bank nasional yang bermasalah likuiditas saat krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF.

Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut. 

Namun penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp 138,4 triliun karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan.

Terkait dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur kemudian diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung tapi Kejaksaan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan kepada para debitur dengan dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN. 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017