Jakarta (ANTARA News) - Bunyi sirine peringatan dini tsunami (Tsunami Early Warning System/TEWS) selama 30 menit yang membuat panik masyarakat di Kecamatan Aceh Besar kemungkinan terjadi akibat kesalahan teknis, karena sirine berbunyi jika ada pihak yang mengaktifkannya. "Aktivasi sirine diletakkan di Satlak PB di Pemda setempat, dan tidak akan otomatis berbunyi jika tak ada yang membunyikan, karena itu mungkin terjadi kesalahan teknis pada alat itu, dan harus dilihat dulu barangnya," kata anggota Tim TEWS dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), DR Erzi Agson Gani, ketika dikonfirmasi di Jakarta, Senin. Menurut standar prosedur operasi (Standard Operating Procedure/SOP), katanya, pihak yang bisa membunyikan sirine peringatan dini tsunami adalah penguasa daerah setempat, setelah diberitahu oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). BMG baru akan memberi tahu penguasa setempat jika terjadi gempa di atas 6 Skala Ritcher (SR) yang setelah dikonfirmasi ke "buoy" terhubung ke alat deteksi di dasar laut dinyatakan berpotensi tsunami, ujarnya. "Jadi, 'buoyb yang diletakkan di dasar laut hanya alat konfirmasi tsunami, tidak akan bisa mengaktivasi sirine secara langsung dan otomatis, karena sinyal 'buoy' yang dikirim ke satelit hanya ditangkap oleh alat yang ada di BMG," kata Kepala Balai Mesin Perkakas Produksi dan Otomasi BPPT itu. Erzi menyatakan, tidak tahu milik siapa sirine tsunami yang dipasang di kawasan pesisir Kajhu, Desa Baitulsalam, Kecamatan Aceh Besar, itu yang sempat meraung selama 30 menit pada sekitar pukul 10.30 WIB. Kepanikan yang terjadi hampir dua jam itu telah membuat arus kendaraan dalam kota Banda Aceh penuh sesak, sebagian karyawan pemerintah dan swasta, termasuk kalangan guru sekolah memerintahkan anak didiknya untuk segera meninggalkan sekolah karena isu air laut naik. Keadaan tidak menentu itu berlangsung sekitar dua jam, namun setelah itu situasi normal kembali menyusul adanya penerangan yang disampaikan polisi melalui pengeras suara tentang bantahan isu air laut naik. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007