Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota DPR meminta agar Rapat Paripurna Interpelasi mengenai dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang perluasan sanksi nuklir terhadap Iran ditunda, sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hadir untuk menjawab soal kebijakan pemerintah tersebut. "Interpelasi bukanlah hak anggota melainkan hak institusi yang harus dihormati dan dihargai oleh Presiden dengan cara hadir langsung untuk menjawab interpelasi," kata anggota Fraksi Partai Bintang Pelopor Demokrasi, Ali Mochtar Ngabalin, dalam Rapat Paripurna DPR soal Interpelasi Resolusi Iran, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan kehadiran Presiden untuk langsung menjawab interpelasi DPR soal dukungan pemerintah terhadap nuklir Iran sangat penting, mengingat interpelasi saat ini disetujui hampir sebagian besar anggota Dewan, yakni mencapai 276 orang. "Mengingat besarnya dukungan mayoritas di DPR untuk mengajukan interpelasi, maka sudah sewajarnya Presiden hadir langsung untuk memberikan penjelasan secara rinci tentang apa yang melatarbelakangi dukungan pemerintah terhadap Resolusi 1747 DK PBB soal sanksi Iran," katanya. Karena itu, lanjut, pihaknya meminta agar rapat paripurna untuk sementara ditunda, sampai DPR bisa menghadirkan langsung Presiden Yudhoyono dalam rapat paripurna mendatang untuk menjawab langsung perihal dukungannya tentang perluasan sanksi bagi Iran. George Bush Hal senada diungkapkan anggota Partai Kebangkitan Bangsa, Effendi Choirie, yang mengatakan untuk menjawab interpelasi DPR yang bersifat sosial dan spesifik ini, maka seharusnya Kepala Negara hadir langsung untuk memberi penjelasan secara rinci terhadap Resolusi Iran. "Menteri-menteri yang diutus Presiden tentu tidak mengetahui secara pasti isi pembicaraan antara Presiden dengan Presiden AS, George Bush, sesaat sebelum memberikan dukungannya terhadap sanksi Iran," katanya. Oleh karena itu, Presiden harus hadir untuk menjawab secara jelas dan lengkap tentang apa yang terjadi dan apa yang melatarbelakangi sebelum disetujui perluasan sanki Iran. Ia menilai kehadiran Presiden untuk hadir dalam interpelasi DPR sangat penting untuk menaikkan citra SBY yang cenderung menurun. "Ini merupakan forum yang sangat bermanfaat untuk menaikkan citra beliau (Presiden SBY), selain menjelaskan kepada anggota Dewan dan masyarakat Indonesia mengenai dukungannya kepada resolusi soal Iran," katanya. "Karena itu, saya meminta kepada para menteri yang hadir mewakili Presiden untuk pulang dan mngabarkan kepada Presiden untuk hadir dalam Rapat Paripurna Selasa mendatang," kata Effendi menambahkan. Sementara itu, Abdilah Toha, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) mengatakan, interpelasi ini memerlukan proses yang sangat panjang dan tidak bisa dinafikan begitu saja oleh Presiden Yudhoyono. "Jika dalam rapat konsultasi saja, Presiden bersedia hadir, lalu mengapa dalam rapat paripurna yang mengundang secara hormat yang mengundang 550 anggota Dewan, Presiden kok tidak bersedia hadir," ujarnya. Hal ini, menurut dia, bisa dikategorikan sebagai pelangggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan Presiden bisa saja diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Sejumlah menteri yang hadir dalam rapat paripurna di antaranya, Menko Polhukam Widodo AS, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menlu Hassan Wirajuda, Mensesneg Hatta Rajasa, Menhan Juwono Sudarsono, Kepala BIN Syamsir Siregar, dan Mensos Bachtiar Chamsyah. (*)

Copyright © ANTARA 2007