Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengungkapkan bahwa uang suap yang diterima Dirjen Perhubungan Laut nonaktif Antonius Tonny Budiono sempat berceceran di kamar mandi dan tempat tidur.

Hal tersebut terungkap saat tim KPK mengggeledah kediaman Tonny Budiono di Mess Perwira Ditjen Hubla di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

"Jaksa pagi-pagi lapor, uang Pak Dirjen masih banyak kenapa tidak ambil? Katanya terlalu banyak," kata Syarif dalam acara Sosialiasi Pengendalian Gratifikasi dan Pencegahan Korupsi di Sektor Perhubungan di gedung KPK C1 Kuningan, Jakarta, Jumat.

Syarif menyatakan bahwa tim KPK melaporkan kepada dirinya, di mana uang tersebut ditemukan ada yang berceceran di kamar mandi dan tempat tidur di mess tersebut.

"Ada di kamar mandi dan tempat tidur berceceran. Jadi kami capek dan segel saja pak," ungkap Syarif.

Namun, dalam pemeriksaan oleh KPK, kata Syarif, Tonny Budiono mengaku lupa uang suap tersebut berasal dari mana saja.

Menurut Syarif, Tonny hanya menjawab bahwa uang tersebut untuk amal fakir miskin dan gereja.

"Banyak lah Pak, amal fakir miskin dan gereja kasih sedikit". Jadi, beramal dari sesuatu yang improper," ucap Syarif.

Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan nonaktif Antonius Tonny Budiono dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama Adiputra Kurniawan sebagai tersangka.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih mendalami soal sumber dan aliran dana yang terdapat pada 33 tas saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Antonius Tonny Budiono.

Sebelumnya, KPK telah merinci jumlah uang yang berada di dalam 33 tas saat operasi tangkap tangan terhadap Tonny.

Uang yang ditemukan KPK pada operasi tangkap tangan di lokasi kediaman tersangka Tonny Budiono di Mess Perwira Ditjen Hubla, yaitu 479.700 dolar AS, 660.249 dolar Singapura, 15.540 poundsterling, 50.000 dong Vietnam, 4.200 euro, dan 11.212 ringgit Malaysia. Sementara, dalam mata uang rupiah sekitar Rp5,7 miliar.

Diduga pemberian uang oleh Adiputra Kurniawan kepada Tonny Budiono terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Adiputra Kurniawan disangkakan melanggar disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Tonny Budiono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017