Kuala Lumpur (ANTARA News) - Serangkaian sanksi ekonomi yang sudah berlangsung 10 tahun ini gagal atau tidak berarti bagi Myanmar yang diperintah junta militer, sehingga masyarakat internasional harus mencari jalan lain untuk membujuk negara itu, kata Sekretaris Jenderal ASEAN, Ong Keng Yong, Senin. Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) awal tahun ini memperpanjang sanksi-sanksi yang pertam kali diberlakukan sekitar 10 tahun lalu terhadap Myanmar, karena melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk tetap menahan pemimpin pro-demokrasi, Aung san Suu Kyi. Tetapi, Ong Keng Yong selaku Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menilai, serangkaian sanksi itu tidak berjalan karena Myamnar kebal menghadapinya. "Jenis sanksi-sanksi ini dan pengucilan tidak berjalan... Mereka senang dikucilkan karena mereka dapat bebas melakukan apa pun yang mereka ingin lakukan," kata Ong kepada wartawan di sela-sela Konferensi Minyak dan Gas Asia di Kuala Lumpur, Malaysia. "Apa yang kita katakan adalah mungkin kita harus mencari beberapa jalan lain, bukan hanya tetap menerapkan sanksi-sanksi itu," katanya. Junta Myanmar memperpanjang tahanan rumah bagi Aung San Suu Kyi selama setahun pada akhir bulan lalu, yang memicu kecaman dari AS, UE, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta negara-negara lain. Aung San Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian yang berusia 61 tahun, menghabiskan waktu lebih dari 10 tahun dalam tahanan rumah. Partainya meraih kemenangan besar dalam pemilihan umum (pemilu) 1990, tapi junta militer tidak pernah mengizinkannya untuk memerintah. "Kendati pun anda menarik siapa pun, investor-investor ekonomi, dari Myanmar, mereka tidak akan ambruk karena dua tetangga besar mereka akan siap membantu mereka," kata Ong, yang agaknya mengacu kepada China dan India. China dan India dikecam karena bungkam menyangkut pelanggaran HAM di Myanmar. Ong juga mengatakan, Myanmar tidak akan pernah tunduk pada tekanan masyarakat internasional untuk membebaskan pemimpin demokrasi itu. Myanmar, yang bergabung dengan ASEAN tahun 1997, membuat sulit ASEAN karena penolakannya untuk menerapkan reformasi secara demokratis. Ong mengatakan, ASEAN yang beranggotakan 10 negara akan terus menjanjikan Myanmar, membujuk bahwa pembangunan ekonomi dan pertumbuhan mungkin akan membantu negara itu pulih. Ong mengatakan, para Menteri Luar Negeri (Menlu) di ASEAN akan berunding dengan sejawat Myanmar mereka tentang Aung San Suu Kyi dalam satu pertemuan yang menurut rencana akan diselenggarakan di Manila pada Juli2007, kendati pun hal itu tidak akan menjadi agenda utama. "ASEAN tidak ingin membicarakan tentang tindakan-tindakan menghukum, kami memiliki cara-cara lain untuk dilakukan, tapi siapa pun tahu kami memiliki beberapa kemajuan dan sekarang saya mengharapkan Myanmar dapat menanggapi," katanya, seperti dikutip AFP. Ong mengatakan, ASEAN juga merampungkan satu rancangan tentang piagam bersejarahnya yang diharapkan akan menngubah kelompok itu menjadi satu blok yang memiliki kekuasaan, yang mungkin membantu menghadapi sikap Myanmar. Ia menambahkan, rancangan pertama piagam itu akan disampaikan pada pertemuan para Menlu ASEAN pada Juli 2007, dengan satu versi yang diubah guna dibagikan kepada para pemimpin Asia Tenggara itu saat berlangsungnya Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang diikuti para kepala pemerintahannya pada November 2007.

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007