Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Sosial menerjunkan tim deteksi dini konflik sosial beranggotakan 1.550 orang yang akan disebar di seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah-daerah yang rawan konflik.

"Deteksi dini penting sebagai rekomendasi kebijakan supaya konflik bisa dicegah sebelum terlanjur pecah," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Jakarta, Rabu.

Mensos mengatakan, salah satu cara mencegah terjadinya konflik sosial adalah dengan mengedepankan kearifan lokal dan memaksimalkan peran tokoh lokal.

Menurut dia, kearifan lokal di setiap daerah adalah kekuatan yang mampu meredam potensi konflik sekaligus membentengi masyarakat dari masuknya paham-paham yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Sementara itu, para tokoh lokal berperan untuk cegah tangkal dini. Oleh karena itu, sebelum diterjunkan tim deteksi dini ini akan mendapatkan berbagai pelatihan guna mengembangkan kearifan lokal serta penguatan jejaring sosial.

"Kearifan lokal yang dirajut tokoh agama dan tokoh adat lokal yang dimiliki bangsa ini sejak dulu terbukti mampu meredam dan meminimalkan potensi konflik sosial di daerah yang notabene sangat heterogen," katanya.

Untuk itu, diharapkan tim deteksi dini mampu melakukan pemutakhiran pemetaan potensi atau kearifan lokal yang dapat digunakan untuk menjaga perdamaian di masyarakat, sebab sebaran informasi yang bersifat menghasut, fitnah dan kebencian bisa menyebar cepat tanpa batas melalui teknogi infomasi dan digital.

Namun, menurut dia, tidak sedikit kearifan lokal yang tereduksi dengan perkembangan sistem yang ada saat ini. Ia mencontohkan keberadaan papa dan mama raja di Ambon yang telah tergantikan dengan aparat lurah.

Padahal, wewenang Papa dan Mama Raja dalam sistem kekerabatan masyarakat di Ambon sangat dihormati dan mempunyai kekuatan persuasif dan imperatif secara kultural adat yang besar dibandingkan kewenangan administratif lurah. Masa transisi penguatan peran mama dan papa raja membutuhkan revitalisasi secara konkret dan substantif.

Khofifah mengatakan, banyak daerah di Indonesia yang perlu penguatan kemampuan deteksi potensi kerawanan yang ada. Hal ini terjadi akibat kurangnya sensitivitas terhadap dampak destruktif yang merugikan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Hadirnya institusi pencegah kerawanan sosial menjadi sangat mendesak.

Mensos menjelaskan akar terorisme dan radikalisme antara lain hilangnya perekat kearifan lokal di masyarakat. Terlebih dengan makin majunya teknologi dan informasi yang ada saat ini hubungan antarmasyarakat lebih banyak terbangun dengan gadget daripada silaturahim langsung.

"Pengaruh teknologi sangat luar biasa bagi kehidupan. Teknologi bisa membawa pengaruh baik atau buruk tergantung bagaimana kita bisa memaknainya. Banyak pelaku teror yang belajar dari internet. Mereka tidak tersosialisasikan bagaimana membangun kehidupan yang harmoni, penuh toleransi dan moderasi serta saling menghargai perbedaan. Di situlah kearifan lokal hadir," tegas Khofifah.

Khofifah menambahkan, cara lain untuk mencegah radikalisme dan terorisme adalah dengan menanamkan dan memupuk rasa toleransi sejak dini, baik lewat lembaga pendidikan seperti PAUD maupun lewat peran orang tua dengan menstimulasi anak agar siap menerima keberadaan orang lain dan menanamkan karakter toleran terhadap orang lain yang berbeda dengan dirinya.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017