Jakarta (ANTARA News) - KPK telah memeriksa sekitar 20 saksi dalam penyidikan merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus KTP-e dengan terdakwa Irman dan Sugiharto dengan tersangka Markus Nari.

"Total sekurangnya 20 orang saksi telah diperiksa oleh penyidik untuk mendalami perkara yang bersangkutan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.

Adapun unsur saksi yang diperiksa itu antara lain pengacara, PNS dan mantan PNS Kemendagri, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) atau Staf Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, mantan Sekjen Kemendagri, dan dari unsur swasta.

"Hari ini, penyidik memanggil untuk pertama kali saksi atas nama Rudi Alfonso seorang pengacara, tapi yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan karena sedang berada di luar negeri," kata Febri.

Rudi Alfonso juga diketahui menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum Partai Golkar.

Sebelumnya, Pengacara Farhat Abbas mengakui ada tim penghubung yang berfungsi untuk mengubah keterangan Miryam S Haryani sebagai saksi dalam perkara KTP-E.

"Saya diceritakan dari Bu Elza kalau Anton Taufik dan Rudy Alfonso itulah tim penghubung agar Miryam mengubah keterangan di BAP, menekan terdakwa (Miryam), ini yang saya dengar dari Bu Elza," kata Farhat dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/9).

Farhat menjadi saksi untuk terdakwa anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan yang tidak benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP penyidikan dalam kasus korupsi KTP-E.

KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).

Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.

Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.

Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017