Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR, M. Nurlif, dan Sekjen DPP Partai Golkar, Sumarsono, meminta kasus TKI di Hongkong yang upahnya dipotong sampai 3.000 dolar Hongkong per bulan dari upah minimum 3.400 dolar Hongkong yang semestinya diterima mereka, agar diusut tuntas. "KJRI Hongkong harus lindungi TKI dan TKW. Harus diinvestigasi mengapa pemotongannya begitu besar," kata Sumarsono, di Jakarta, Rabu, mengenai nasib TKI dan TKW di Hongkong yang gajinya di bawah standar atau "underpaid". "Kalau ada agen-agen yang nakal ditindak. Kalau perlu dimasukkan daftar hitam," tegas Nurlif. Nurlif dan Sumarsono mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla saat melakukan sidak ke KJRI Hongkong, Senin (11/6). Kalla menemukan berbagai kejanggalan menyangkut TKW Indonesia di Hongkong dan meminta Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Saat melakukan kunjungan ke KJRI Hongkong, sejumlah TKW mengadukan nasibnya kepada Wapres. Lili dan Dewi Khusnul Khotimah asal Jawa Timur, misalnya, mengatakan seharusnya setiap bulan mereka mendapat upah 3.400 dolar Hongkong (sesuai upah minimum), namun ternyata hanya menerima 400 dolar saja. "Potongannya sampai 3.000 dolar pak, alasannya macam-macam," katanya, sehingga membuat Jusuf Kalla prihatin. Selain itu, Lili juga melaporkan bahwa dirinya tidak pernah mendapat libur dan harus bekerja setiap hari, termasuk Sabtu dan Minggu. "Mestinya itu dibayar sebagai lembur," kata Kalla, Ada sekitar 109.000 TKW asal Indonesia di Hongkong dan bekerja di berbagai sektor, terutama pembantu rumah tangga. Macam-macam perlakuan diterima mereka, seperti dibayar di bawah upah minimum, tidak pernah diberi cuti, sampai mendapat pelecehan seksual. Sebagian di antara yang ditemui wartawan rombongan Wapres, para TKW itu juga mengeluhkan pelayanan yang kurang semestinya dari KJRI Hongkong. Nurlif mengatakan rombongan Wapres melihat sendiri bagaimana dua TKW yang akan mengambil paspor tidak dilayani dengan baik oleh petugas KJRI. "Kami sedang makan dan istirahat. Tunggu saja di luar sana. Kembali lagi kesini jam 14.30," kata petugas yang membuat kecewa kedua TKW tersebut. Menurut Nurlif, KJRI yang diplomat dan lokal stafnya digaji oleh negara seharusnya melayani warga negara. Perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri dibentuk antara lain untuk melayani warga negara, termasuk para TKI dan TKW. Sedangkan Sumarsono menegaskan sikap feodal dan minta dilayani para diplomat sudah seharusnya dihilangkan. "Para TKW adalah 'pahlawan devisa'. KJRI harus melindungi dan melayani mereka dengan baik," katanya. Konsul Jenderal RI di Honghong, Ferry Adamhar, yang baru dua hari menduduki jabatannya mengatakan akan mengecek kasus ini. Dugaan sementara potongan tersebut dilakukan oleh agen untuk mengganti biaya pengiriman dan admistrasi TKW itu ke Hongkong. "Kalau ada agen yang nakal pasti ditindak," katanya, seraya menambahkan ada sekitar 200 agen pengerah tenaga kerja di Hongkong. (*)

Copyright © ANTARA 2007