Jakarta (Antara) - Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri mengapresiasi program Colective Creative Learning and Action for Sustainable Solution (Co-CLASS) yang diselenggarakan bersama-sama antara Kementerian Ketenagakerjaan bekerjasama dengan Yayasan Upaya Indonesia Damai atau juga dikenal United in Diversity (UID), Tsinghua University dan Universitas Paramadina. Co-CLASS merupakan perwujudan dari Memorandum of Understanding (MoU) Kementerian Ketenagakerjaan, UID dan Tsinghua University yang telah ditandatangani pada November 2016 lalu. MoU ini antara lain menyepakati kerjasama tiga pihak dalam meningkatkan kapasitas kepemimpinan kolektif tri-sektor bisnis, pemerintah, dan masyarakat madani sehingga mampu mengatasi berbagai tantangan ketenagakerjaan ke depan.

 â€œSaya cukup terkejut dengan hasil program Co-CLASS ini karena meski hanya berlangsung selama kurang lebih lima bulan, program ini telah berhasil melakukan reformasi mental yang sangat penting untuk menghasilkan aksi nyata dalam mewujudkan sistem ketenagakerjaan yang berdaulat, mandiri, berlandaskan gotong royong dan rasa percaya,” kata Hanif saat menutup program Co-CLASS angkatan pertama, Sabtu (4/11), di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI, Jakarta.

Program ini telah diselenggarakan sejak pertengahan Juni lalu, meliputi 6 kali workshop: orientation workshop, foundation workshop, sensing workshop, deepdive workshop, prototyping workshop dan terakhir pada 3-4 November, yaitu final workshop dan acara kelulusan. Pembelajaran yang diberikan selama Co-CLASS berfokus kepada peningkatan kapasitas pemimpin di abad 21 meliputi hardskill dengan penekanan kepada kemampuan softskill, yaitu: (1) berbagi visi (sharing vision); (2) membuat keputusan strategis (making strategic decision); (3) meningkatkan kesadaran dalam diri (awareness); (4) membangun hubungan (building relationship); dan (5) menjadi manusia pembelajar (learning). 

“Kami merasa berbahagia, kami bisa merasakan semangat gotong-royong dalam setiap ide prototype yang ditampilkan dalam kegiatan kelulusan ini. Kami merasa optimis bahwa dengan adanya rasa saling percaya lintas sektor, pemerintah-bisnis-masyarakat madani, Bangsa dan Negara Indonesia akan mampu melewati tantangan dengan mengubahnya menjadi peluang. Dan itulah alasan utama mengapa kami mendirikan organisasi UID ini, ” kata pendiri UID Cherie Salim.

Program Co-CLASS ini pada diikuti 26 peserta hasil seleksi dari 69 orang yang berminat. Mereka  terdiri dari 16 peserta yang berasal  karyawan Kemenaker dari  7 unit eselon I dan BNSP yang terdiri 3 orang Eselon II dan 13 Staf atau Eselon IV. Kemudian 3 orang dari serikat pekerja, 1 orang dari LSM, 5 orang  dari dunia usaha dan 1 orang dari akademisi. Dalam perjalanannya, 6 orang mengundurkan diri dengan berbagai sebab sehingga hanya 26 orang yang mengikuti sampai tuntas.

Dalam pelaksanaannya, peserta diminta untuk membentuk 4 kelompok kerja yang menyelami berbagai isu berbeda dalam sistem ketenagakerjaan.  Kelompok 1 yang menamakan diri mereka Mc Gyver, mengangkat isu perlindungan TKI, kemudian kelompok 2 dengan nama Vocational Enrichment Training Tranformers (VETTs) dengan fokus isu adalah gap kompetensi tenaga kerja dengan kebutuhan industri yang sangat erat kaitannya dengan upaya untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sedangkan Kelompok 3 yang menamakan diri Caterpillar dengan fokus isu yang diangkat adalah kualitas pelayanan publik ketenagakerjaan di Kementerian Ketenagakerjaan; dan Kelompok 4 yang menamakan diri Masa Kini Masa Gitu (MKMG) dengan fokus isu yang diangkat perlindungan atau jaminan sosial bagi tenaga kerja informal.

Kelompok MKMG berhasil mengembangkan prototipe Gojes-Jempol yang terbukti mampu meningkatkan akses pekerja informal ke layanan social security. Prototipe kelompok ini mampu melahirkan kerjasama perusahaan transportasi online Gojek dengan BPJS yang kemudian mendorong driver online ikut serta dalam layanan BPJS Ketenagakerjaan. Dalam satu bulan uji coba, tidak kurang dari 8.100 pengemudi Gojek yang ikut dalam layanan BPJS Ketenaga Kerjaan melalui Gojes-Jempol.

Sementara itu, kelompok VETTs berhasil mengembangkan prototipe E-POINT (e-Pemerintah dan Asosiasi Industri untuk Talenta Nusantara), sarana jejaring komunikasi digital bagi asosiasi industri dengan pihak pemerintah.  Dengan menggunakan perusahaan ritel PT Mitra Adiperkasa Tbk, dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) sebagai tempat uji coba, ditemukan dua hal pokok yaitu (1) adanya perbedaan kompetensi kurikulum dan modul yang diberikan oleh BLK Bisman Semarang yang membuat industri sulit untuk menyerap keluarannya serta perlu (2) proses komunikasi dengan Asosiasi Industri membantu pemerintah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam akan trend dan kebutuhan industri. 

Kelompok Mac Gyver dengan fokus isu perlindungan TKI berhasil mengembangkan prototipe TKI-One dalam bentuk website yang bisa membantu calon TKI meningkatkan pemahaman tentang segala seluk beluk bekerja di luar negeri. Sedangkan kelompok Caterpillar dengan fokus isu Pelayanan Publik Ketenagakerjaan berhasil mengembangkan prototipe Aplikasi Sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (ASIKKK) untuk memudahkan   proses Sertfikasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Seperti diakui salah satu peserta, Sumiyati, Sekretaris Serikat Pekerja Nasional yang mengatakan bahwa awalnya dia tidak yakin CoCLLAS adalah program yang serius dan mampu memfasilitasi serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, LSM, dan akademisi duduk bersama untuk membahas isu ketenagakerjaan. “Rasanya saya ingin mundur dari program ini. Namun ternyata saya salah, dan mengakui bahwa program ini telah mengubah banyak cara pandang saya, cara saya berpikir dan bertindak, bahkan mengubah hal-hal yang selama ini saya yakini benar,” kata Sumiati.

Metode pembelajaran Co-CLASS sangat membantu membuka wawasan peserta tidak hanya terhadap situasi saat ini, namun juga mampu membangun visi bersama terhadap sistem ketenagakerjaan seperti apa yang diidamkan oleh tri-sektor. Selain itu, melalui proses pembelajaran, peserta mampu membangun hubungan lintas sektor yang didasarkan pada rasa saling percaya sehingga memungkinkan terciptanya kolaborasi dan sinergi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi Indonesia. 

Cherie Nursalim mengatakan, Co-CLASS sangat fleksibel sehingga bisa diterapkan pada sektor atau fokus isu apapun, karena subtansi pembelajaran dalam program ini adalah mengajak peserta untuk berpikir terbuka, hadir utuh dan sadar penuh dalam setiap kegiatan yang dilakukan, dan sebagai pemimpin harus rajin sensing atau blusukan. “Melihat hasil yang dicapai, kami berharap program semacam Co-CLASS dapat dilanjutkan dan bisa dikembangkan ke sektor lain sehingga proses revolusi mental yang menjadi salah satu semangat pemerintah saat ini bisa tercapai,” kata Cherie.

Pewarta: Melanius P.K.
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2017