Pekanbaru (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggelar rapat koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) di Pekanbaru pada Kamis untuk membangun sinergi serta pertukaran informasi antara pemerintah dan pelaku usaha baik di tingkat daerah maupun pusat dalam upaya mengembangkan industri di Provinsi Riau.

Rapat digelar usai peresmian pembukaan Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri (BPPSI) Pekanbaru.

"BPPSI Pekanbaru harus bekerjasama dan bersinergi dengan instansi-instansi di daerah untuk melihat dan memetakan potensi mana yang dapat dikembangkan. Untuk itu perlu dibangun jejaring kerjasama dengan pihak perusahaan, asosiasi industri, dunia usaha, dan lembaga riset baik di dalam maupun di luar negeri, instansi teknis daerah dilingkup provinsi, kabupaten, kota. Diperlukan dukungan dari semua pihak dalam penyusunan program dan kebijakan yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri di Provinsi Riau," kata Kepala BPPI Ngakan Timur Antara di Pekanbaru pada Rabu malam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau tahun 2017, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau merupakan yang ke lima terbesar secara nasional, di bawah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah atau terbesar untuk provinsi di luar Pulau Jawa. Kontributor terbesar dalam pembentukan PDRB Riau adalah berasal dari nilai ekspor bersih (net export) yang mencapai 29,53 persen.

Menurut Ngakan, nilai ekspor untuk produk lemak dan minyak nabati mencapai 68 persen dari total ekspor Provinsi Riau. 

"Sebagian besar produk olahan kelapa sawit di Riau hingga saat ini masih dalam produk mentah yakni CPO, padahal potensi pasarnya lebih besar untuk dikembangkan menjadi produk turunan yang menghasilkan nilai tambah tinggi,” katanya.

Ngakan menjelaskan, industri sawit mampu memberikan kontribusi signifikan bagi Indonesia karena sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia. Sektor itu disebut mampu menyerap tenaga kerja mencapai 21 juta orang baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan data BPS sampai September 2016, tercatat nilai ekspor produk hilir sawit sebesar USD13.3 miliar atau telah melebihi nilai ekspor minyak dan gas bumi. Produk hilir mencapai 54 jenis. 

Secara rata-rata tahunan, sektor industri kelapa sawit hulu-hilir menyumbang 20 miliar dolar AS pada devisa negara.

Dalam bidang industri pengolahan, Indonesia berpeluang menjadi pusat industri sawit global untuk keperluan pangan, non-pangan, dan bahan bakar terbarukan. 

Kemenperin mencatat, Indonesia berkontribusi sebesar 48 persen dari produksi CPO dunia dan menguasai 52 persen pasar ekspor minyak sawit.

Cabang industri potensial yang dapat dikembangkan dari kelapa sawit adalah oleokimia. Jenis produk ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi sejumlah industri hilir baik untuk kategori pangan maupun non-pangan. 

"Ke depan, pengembangan industri pengolahan komoditas unggulan lokal akan menjadi kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi Riau seiring menyusutnya komoditas migas,” ujarnya.


Industri oleokimia dinilai sebagai sektor yang strategis karena selain memiliki keunggulan komparatif melalui ketersediaan bahan baku yang melimpah, juga memberikan nilai tambah produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 persen dari nilai bahan bakunya.


Rapat koordinasi antara lain diikuti seluruh SKPD terkait, perguruan tinggi setempat, asosiasi industri dan perusahaan industri di Provinsi Riau. 













Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017