Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, pemerintah mengirimkan nota protes kepada International Telecommunication Union (ITU) terkait tercabutnya slot satelit 150,5 derajat Bujur Timur (BT) dari Indonesia pada Mei 2007. "ITU juga telah lalai memberikan peringatan kepada Indonesia terkait hilangnya slot tersebut mengingat pemerintah telah mengirimkan notifikasi sejak awal 2006," kata Basuki, di sela rapat dengar pendapat Depkominfo dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin. Basuki menjelaskan, biasanya, sebelum mencabut kepemilikan slot suatu negara, ITU selalu melakukan peringatan paling tidak tiga bulan sebelumnya. "Pemerintah tengah melakukan upaya "re-filling" terhadap slot satelit tersebut dengan nama Palapa C4A, di mana pemberian hak pengelolaannya akan dipertimbangkan untuk diberikan kepada operator selain Indosat," katanya. Diketahui, sejak menemui kegagalan pada 2003 pemerintah Indonesia pada awal 2006 mengiirm "insisting notification" dan baru dijawab ITU pada 7 Mei 2007. "Karena pentingnya arti slot tersebut, pengelolaannya akan diberikan kepada sebuah konsorsium perusahaan-perusahaan, tidak hanya satu entitas seperti saat ini," tegasnya. Terkait hal itu, Komisi I DPR Djoko Susilo menyesalkan hilangnya slot satelit 150,5 derajat BT dan meminta pemerintah melakukan untuk mengembalikan slot tersebut. Djoko Susilo menilai potensi kerugian akibat hilangnya slot orbit satelit tersebut mencapai lebih dari 720 juta dolar AS berupa penyewaan transponder, biaya hak penggunaan transponder, dan lainnya. "Pemerintah jangan sampai menyepelekan persoalan slot satelit serta melakukan pengawasan terhadap slot-slot satelit yang hampir habis masa hidupnya," ujarnya. Selain masalah hilangnya slot satelit, kalangan DPR juga mempersoalkan masalah resiprokal satelit (imbal balik) terutama dengan Malaysia karena satelit dari Indonesia belum ada yang bisa melayani multimedia hingga ke rumah-rumah sebagaimana yang dilakukan satelit Measat asal negara tetangga itu. Anggota Komisi I DPR Effendy Choirie menilai pemerintah seharusnya mengkaji kembali pemberian hak labuh kepada satelit Measat yang digunakan Astro untuk memancarkan programnya ke rumah-rumah di Indonesia. Terkait hal itu, Basuki menegaskan satelit Palapa sejak dulu pun melayani telekomunikasi di Malaysia, namun karena di Indonesia masih ada monopoli Telkom, maka satelit asal negeri jiran itu tidak bisa masuk ke Indonesia. "Sama halnya dengan Astro yang saat ini masih memegang monopoli di Malaysia, sehingga satelit Indonesia tidak bisa melayani siaran "direct to home (DTH)," ujar Basuki. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007