Markas Pereserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (ANTARA News) - Maroko dan gerakan kemerdekaan Sahara Barat (Polisario) memulai pembicaraan yang ditengahi PBB pada Senin (18/6) untuk berusaha memecahkan masa depan wilayah itu, tapi para diplomat memperkirakan tidak akan ada terobosan cepat atas sengketa yang telah berusia 32 tahun tersebut. Di bawah tekanan dari Dewan Keamanan (DK) PBB, para pejabat kedua belah pihak, dari Aljazair -- tempat Front Polisasrio yang mengupayakan-kemerdekaan Sahara bermarkas -- dan dari tetangganya Mauritania memulai dua hari pertemuan di sebuah perkebunan swasta dekat New York. Dengan mengklaim hak beberapa abad lamanya, Maroko mencaplok bekas jajahan Spanyol yang kaya-pospat itu setelah Madrid mundur 1975. PBB memerantarai diakhirinya perang gerilya tingkat-rendah pada 1991 tapi tidak ada penyelesaian politik yang mengikuti. Pihak-pihak itu telah bertemu sedikitnya empat kali sebelumnya, yang paling belakangan pada 2000, tapi para pejabat PBB telah mengumumkan pembicaraan pekan ini sebagai kesempatan terbaik sejauh ini. Wakil Sekjen untuk Urusan olitik Lynn Pascoe mengatakan kebuntuan pembicaraan tertutup itu "tak dapat diterima" dan perjanjian harus dicapai untuk memberikan penentuan nasib sendiri pada rakyat Sahara, kata jurubicara PBB Michele Montas. "Seluruh masyarakat internasional tertarik sekali akan peristiwa yang dibuka di sini hari ini. Waktunya telah tiba untuk mencapai solusi," ia mengutip ucapan Pascoe. Namun beberapa pengamat mengatakan mereka masih dapat melihat tidak ada jalan di sekitar masalah fundamental apakah Sahara akan menjadi merdeka penuh atau tidak. "Dinamika yang mendasari konflik tidak berubah," kata kelompok pemikir Kelompok Krisis Internasional. Perjanjian gencatan senjata menjanjikan referendum mengenai nasib wilayah Afrika baratlaut itu, tapi hal tersebut tak pernah terjadi dan Rabat sekarang mengabaikannya, mengatakan otonomi adalah semua yang akan mereka tawarkan. Maroko telah mengeluarkan rencana pada April bagi 260.000 orang Sahara, masih terbatas pada otonomi di bawah kedaulatan Maroko, dengan kekuasaan penting dipegang oleh Rabat. Polisario membuat rencananya sendiri untuk menghidupkan lagi gagasan referendum, dengan kemerdekaan sebagai satu opsi. Maroko mengirim Mendagri Chakib Benmoussa dan Wakil Menlu Taieb Fassi Fihri ke pembicaraan itu. Delegasi Polisario dipimpin oleh pemimpin veteran Mahfoud Ali Beiba, yang sekarang ini ketua parlemen gerakan itu. Diplomat Belanda, Peter van Walsum, utusan khusus PBB untuk Sahara Barat, mengetuai pembicaraan di perkebunan Greentree di Manhasset di Long Island, tempat yang sebelumnya digunakan oleh PBB untuk pembicaraan perbatasan antara Nigeria dan Kamerun itu. Beberapa diplomat mengatakan van Walsum tetap menekankan agendanya tapi mereka meragukan pembicaraan itu dapat menjadi jauh lebih dari sekadar pemecah-es. "Sangat berat bagi mereka untuk saling berbicara dengan pihak lainnya setelah banyak tahun tanpa kontak," kata salah seorang diplomat Arab. "Anda perlu membangun banyak hal sebelum anda masuk ke substansi. Jika anda hanya makan siang, itu satu pencapaian." Hal yang memacu pembicaraan itu adalah bahwa AS sekarang tidak sabar atas (dicapainya) perjanjian yang diharapkan akan membawa kerjasama lagi antara negara-negara Afrika dan membantu memerangi kelompok teroris di daerah yang berbatasan dengan Sahara. Sengketa Sahara Barat merupakan penyebab penting friksi antara Maroko dan Ajazair yang perbatasan tanahnya, ditutup pada 1994 di tengah ketegangan keamanan, tetap ditutup. Bahkan sebelum pembicaraan dimulai, salah seorang dari tim Polisario memperingatkan pembicaraan itu akan gagal jika Maroko bersikeras rencana otonomi kolonialnya menjadi titik pangkal. "Kmi tidak minta hal yang tidak mungkin. Kami hanya minta agar rakyat diajak konsultasi mengenai masa depan mereka," kata Mohammad Khadad pada radio negara Aljazair Senin. Benmoussa dari Maroko, dikutip oleh kantor berita resmi MAP, mengatakan pembicaraan itu merupakan "kesempatan bagi perdamaian yang Maroko ingin rebut agar supaya dapat membalik halaman itu dan bergerak maju, demikian laporan Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007