Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika, Muhammad Nuh mengatakan, pemerintah tidak berniat membredel media massa atau membatasi kebebasan pers. "Pemerintah tidak punya kekuatan untuk membredel pers," kata Muhammad Nud, saat melakukan kunjungan kerja ke LKBN ANTARA, di Jakarta, Selasa, menanggapi wacana revisi UU Pers No 40 Tahun 1999. Sebelumnya pada Rapat Kerja Menkominfo dengan Komisi I DPR-RI, sejumlah anggota DPR mempertanyakan rencana revisi UU Pers, dan mempersoalkan satu pasal yang masih mencantumkan soal pembredelan dan sensor terhadap siaran dan karya tulis jurnalistik media massa oleh pemerintah. "Prinsipnya setiap produk UU wajar dilakukan `review` untuk penyempurnaan dan perbaikan, namun tidak ada niat pemerintah untuk membatasi kebebasan pers," ujar Nuh. Ia juga membantah tuduhan bahwa pemerintah telah melakukan serangkaian `review` dan telah memiliki rekomendasi hasil kajian revisi UU Pers itu. "Bagaimana mau `review` dan memiliki hasil kajian, orang timnya saja belum ada," ujarnya. Menurut Muhammad Nuh, revisi UU Pers sejatinya harus dilakukan dari dua pintu yaitu adanya insiatif dari pemerintah maupun inisiatif dari kelompok pers itu sendiri. Setiap UU dan peraturan pemerintah, katanya, memiliki fungsi waktu, konten dan konteks. "Dari sisi waktu, terus berjalan, konteks juga berubah, maka setiap produk perundangan-undangan termasuk UU Pers, wajar ditinjau dan hasilnya apakah revisi atau tidak, itu merupakan persoalan tersendiri," ujarnya. Kalaupun dilakukan revisi, kata Nuh, ada hal-hal yang tidak boleh diganggu-gugat yaitu prinsip-prinsip dasar yang terkait dengan hak-hak dasar dari subjek UU itu sendiri. Jika UU itu terkait masalah pers, maka prinsip dasar yang tidak bisa diganggu-gugat, misalnya kehidupan pers, dan pertanggungjawaban pers. "Dua hal ini penting. Saya kira kebebasan tanpa tanggungjawab tidak memiliki makna apa-apa, tapi tanggungjawab tanpa kebebasan juga terlalu berat," ujar Nuh. Sementara itu, Pemimpin Umum LKBN ANTARA Asro Kamal Rokan menyetujui perlunya UU Pers direvisi, namun bukan untuk membatasi kebebasan pers. "Revisi itu perlu, namun bukan untuk membatasi kebebasan pers, sebab tidak ada lagi istilah mundur dalam kebebasan pers," ujar Asro. Namun, banyak pasal dari UU itu harus diperbaiki, di antaranya soal perlindungan wartawan dan profesionalisme pers. Sebagai contoh, saat ini betapa mudahnya orang membuat media untuk kepentingan politik dan kemudian membubarkannya. Pada kesempatan itu, Asro juga mengharapkan ada pengaturan mengenai kantor berita, yang dalam UU Per No 40 Tahun 1999 tidak ada aturan jelas mengenai hal itu. Jika di UU Penyiaran jelas disebut TVRI dan RRI, di UU No 40 Tahun 1999, sama sekali tidak diatur tentang LKBN ANTARA sebagai Kantor Berita Nasional. "Ini menyulitkan bagi ANTARA untuk berkembang," ujar Asro.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007