Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) memperkirakan bahwa Indonesia bisa menjadi produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada 2012, dengan mampu memproduksi 1 juta ton per tahun. Menurut Ketua Umum Askindo, Halim Abdul Razak, kemampuan produksi dalam jumlah itu bisa dicapai Indonesia apabila pemerintah serius mendorong perbaikan tata kelola usaha kakao di tingkat petani. Produktivitas tanaman kakao di Indonesia yang masih rendah terutama disebabkan oleh minimnya pemahaman dan tingkat ketrampilan petani dalam mengusahakan perkebunan kakao, katanya di Jakarta, Selasa. Faktor lain yang memperburuk lagi dalah adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) yang yang telah ada sejak 1985 dan hingga saat ini tak kunjung bisa diatasi petani. Salah satu strategi yang diyakini akan efektif memacu produksi kakao petani Indonesia, kata dia, yakni dengan melakukan revitalisasi program penyuluhan, terutama bagi petani kakao seperti yang dulu dilakukan pada zaman orde baru. Halim mengatakan, pada beberapa tahun terakhir pertumbuhan volume produksi kakao dunia hanya 2,5 persen per tahun semetnara permintaan masyarakat dunia tumbuh hingga 3,5 persen per tahun. Menurut dia, pada 2006, volume produksi kakao dunia mencapai 3,3 juta ton per tahun yang sebagaian besar di pasok oleh negara Pantai Gading kemudian disusul Ghana dan Indonesi menduduki posisi ke tiga. Meningkatnya konsumsi kakao masyarakat dunia diduga telah terjadinya pergeseran persepsi masyarakat konsumen yang dulu menganggap makan berbahan bahan baku coklat menimbulkan ancaman kolesterol tinggi karena kandungan kadar lemaknya. Namun belakangan diketahu, melalui sebuah penelitian bahasa kandungan flavanol pada biji kakao dari Indonesia justru baik untuk kesehatan jantung. "Meningkatnya permintaan dunia terhadap kakao merupakan kondisi yang bagus untuk memacu produktivitas kakao Indonesia," katanya. Pada kesempatan itu Halim juga mengungkapkan rencana Askindo menggelar kegiatan International Cocoa Conference & Cocoa Dinner di Nusa Dua Bali 28-29 Juni 2007 yang akan diikuti perwakilan dari 18 negara. Kegiatan tersebut akan dihadiri kalangan trader, industri pengolahan maupun lembaga pemerintahan yang menangani kakao di masing-masing serta perwakilan dari asosiasi pertanian kakao dan akademisi maupun pakar bidang pertanian dan pengolahan biji kakao. "Dalam kegiatan ini akan dirumuskan strategi bersama yang diharapkan dapat menjamin kesinambungan peningkatan produksi kakao dunia, peningkatan kualitas, profitabilitas dan daya saing usaha kakao," katanya ketika menjelaskan rencana konferensi yang bertema World Cocoa Sustainability Partnership itu. Menurut Halim Abdul Razak, saat ini produksi kakao Indonesia baru 590 ribu ton per tahun di bawah Pantai Gading yang mencapai 1,3 juta ton dan Ghana 650 ribu ton per tahun. "Rendahnya produksi biji kakao kita saat ini bukan lantaran areal tanam yang kurang, apalagi minimnya potensi lahan yang tersedia," katanya. Kondisi tersebut, tambahnya karena tanaman yang sudah ada produktivitasnya hanya rata-rata 600-800 kg per hektar (ha) per tahun yang semestinya bisa mencapai 1,5 hingga 2 ton per hektak per tahun.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007