Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Pengurus Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Asmara Nababan mengatakan pemerintah harus segera menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) agar negara lain tidak menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk melakukan intervensi. Pernyataan itu disampaikan mantan Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tersebut di Jakarta, Selasa, terkait dengan rencana pembatasan bantuan militer Amerika Serikat yang salah satu alasannya adalah belum tuntasnya penyelesaian pelanggaran HAM berat di Timor Timur. "Masalah pelanggaran HAM akan menjadi alasan untuk adanya tekanan politik, jadi selesaikan masalah rumah tangga kita dulu," ujarnya. Ia mengatakan selama Indonesia belum mampu menyelesaikan masalah pelanggaran HAM, baik di masa lalu maupun yang sedang terjadi, maka negara asing dapat menggunakan alasan tersebut untuk melakukan tekanan politik. "Logikanya bahwa kita dianggap belum maksimal menegakkan hukum khususnya masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu. Saat ini kita memiliki instrumen yang baik, tetapi untuk menyelesaikan kasus yang lalu dianggap gagal," katanya. Untuk itu, ia mengatakan masalah pelanggaran HAM berat di Timor Timur harus segera diselesaikan dengan dilakukan penyidikan dan pembentukan pengadilan HAM yang menanganinya. Ia juga mengatakan keterangan dari mantan Panglima ABRI Wiranto tentang pelanggaran HAM di Timor Timur juga dibutuhkan dan perlu dilakukan penyidikan untuk membuktikannya. "Kalau itu dilakukan dengan baik, maka negara lain tidak bisa lagi menjadikan pelanggaran HAM sebagai alasan untuk menekan kita," kata Asmara. Sebelumnya, anggota Partai Demokrat AS, Nita Lowey, mengusulkan kepada kongres untuk memberikan pembatasan terhadap bantuan militer kepada Indonesia, menyusul bentrokan warga Desa Alastlogo, Pasuruan dengan aparat marinir yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Tidak itu saja, pembatasan juga dilakukan karena reformasi TNI yang telah berjalan saat ini belum maksimal dan pertanggungjawaban tentang penyelesaian insiden September 1999 di Timor Leste juga belum tuntas. Sementara itu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan, tidak khawatir terhadap ancaman pembatasan bantuan militer Amerika Serikat (AS). Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Marsekal Pertama Sagom Tamboen. Menteri Pertahanan Juwono, sebelumnya, juga mengatakan, pihaknya melalui KBRI di AS terus melakukan negosiasi agar sanksi pembatasan itu tidak menjadi kebijakan baru pemerintah AS.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007