London (ANTARA News) - Tradisi merantau urang Minangkabau diperkenalkan kepada masyarakat Austria dalam pertunjukan tari berjudul Rantau Berbisik merupakan drama tari kontemporer berdurasi satu jam mengambil elemen-elemen dasar dari Silat dan tradisi Minangkabau dengan latar belakang drama keluarga Minang di perantauan.

Tari Rantau Berbisik dibawakan dengan dinamis enam penari dari grup Nan Jombang, sebuah grup tari asal Padang pimpinan Ery Mefri, sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Festival Europalia Indonesia yang berlangsung sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018 mendatang di sejumlah negara Uni Eropa, demikian Sekretaris Kedua Fungsi Pensosbud KBRI /PTRI Wina, Wina Retnosari kepada Antara London, Rabu.

Dubes RI untuk Republik Austria, Dr. Darmansjah Djumala, dalam acara pembukaan pertunjukan mengatakan merantau adalah salah satu tradisi suku Minangkabau yang amat terkenal. Motivasi merantau tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi, namun ada filosofi penting di situ yakni mempersiapkan pemuda Minangkabau untuk menjadi lelaki tangguh yang kaya akan pengalaman hidup.

Dikatakannya, proses merantau seperti maturity test dalam kehidupan lelaki Minang. Oleh karena itu, tiap keluarga berupaya mempersiapkan anak lelaki dengan memberikan bekal yang cukup, bukan hanya dari segi akademis, namun juga agama dan bela diri yakni membaca Quran dan Silat. Di samping promosi seni budaya, penampilan grup Nan Jombang juga dimanfaatkan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia kepada publik di Austria.

Dubes mengajak para penonton yang hadir berkunjung ke berbagai tempat menarik di Indonesia tidak hanya untuk berwisata, namun juga mempelajari seni budaya melalui program beasiswa Pemerintah Indonesia, atau menanamkan investasi di sektor pariwisata. KBRI Wina juga membagikan brosur promosi pariwisata Indonesia kepada pengunjung.

Apresiasi penonton terhadap pertunjukan Rantau Berbisik sangat baik. Selain masyarakat di Wina juga sejumlah undangan KBRI Wina terdiri dari kalangan akademisi, antara lain dari Technische Universit Wien dan University of Music and Performing Arts Vienna, serta pecinta seni budaya Indonesia.

Para penonton memuji penampilan Nan Jombang yang dinilai sangat ekspresif serta teknik pembuatan musik secara manual dimana penari memukul beberapa perangkat makan berupa gelas dan piring di atas panggung menghasilkan musik yang dinamis sebagai musik pengiring tarian dinilai sangat luar biasa.

Ketua Asosiasi Pencak Silat di Austria, Stephan Taibl, yang menonton bersama keluarganya mengatakan gerakan tari mereka sangat indah. "Saya paham sekali gerakan yang diperagakan sebagian besar merupakan teknik Silat dan itu tidak mudah dilakukan. Teknik pernapasan yang digunakan luar biasa," ujar Stephan Taibl,

Ketua Lembaga Persahabatan Indonesia - Austria dan akademisi dari Technische Universit?t Wien, Prof. A Min Tjoa, ikut menyaksikan pertunjukan Rantau Berbisik memuji penampilan Nan Jombang. "Saya yakin pertunjukan tari kontemporer semacam ini dinikmati publik luas di Austria. Mereka pasti bisa pentas di event yang lebih besar di Austria seperti festival tari kontemporer internasional Impulstanz," ujarnya.

Pertunjukan tari Rantau Berbisik diadakan Weltmuseum sebagai partner Festival Europalia Indonesia didukung KBRI Wina pada 11 Desember lalu. Weltmuseum merupakan museum antropologi terbesar di Austria yang didirikan tahun 1876. Sejak beberapa tahun silam, Weltmuseum bekerjasama KBRI Wina mementaskan pertunjukan dan penerbitan buku mengenai sejarah dan seni budaya Indonesia.

Saat ini Weltmuseum memiliki ruang pamer permanen khusus berisi barang seni budaya dan sejarah berasal dari Indonesia yang diberi nama Galeri Indonesia. Salah satu koleksi utama di galeri adalah lukisan ?Two Tigers fighting over a Javanese Body? yang diberikan pelukis Raden Saleh kepada Raja Austria. Selain itu terdapat sejumlah foto karya Konsul Austria, Johann Schild, saat kunjungannya ke Padang pada tahun 1911 dan koleksi batik kuno dan kontemporer berbagai daerah di Indonesia.

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017