Jakarta (ANTARA News) - Tim Persiapan Implementasi National Single Window (NSW) mengindentifikasi adanya tiga opsi dalam sistem penyelenggaraan NSW yaitu dilaksanakan penuh oleh pemerintah, melalui outsourcing kepada pihak swasta, dan mekanisme public privat partnership (PPP). "Kita sedang membuat blue print mengenai NSW ini di mana bulan Juni 2007 ini harus sudah selesai. Salah satu masalah yang muncul adalah bagaimana operasionalisasi NSW," kata Sekretaris Tim Nasional Persiapan NSW, Edy Putra Irawady di Jakarta, Rabu. Edy yang juga Deputi Menko Perekonomian Bidang Perdagangan dan Industri mengatakan, ketiga opsi tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri namun yang paling memungkinkan adalah sistem PPP dan penyelenggaraan penuh oleh pemerintah. "Kalau kita menggunakan sistem penyelenggaraan penuh oleh pemerintah kita memang memerlukan anggaran sebesar Rp500 miliar hingga Rp600 miliar sementara kalau menggunakan sistem outsourcing berarti zero government budget," jelas Edy. Sementara kalau menggunakan mekanisme PPP, lanjut Edy, pemerintah bisa menyelipkan di APBN Perubahan atau bisa juga menggunakan mekanisme kerjasama dengan APBN sehingga tidak membebani APBN. Menurut dia, penggunaan sistem full outsourcing sulit dilakukan karena menyangkut masalah keamanan kerahasiaan data negara dan keamanan transaksi. "Jadi kendala yang kita hadapi kaitannya dengan sistem operasional NSW adalah menyangkut mekanisme anggaran, waktu, dan pengamanan data," katanya. Menurut dia, kemungkinan yang paling cocok untuk diterapkan adalah dengan mekanisme PPP di mana pemerintah menyediakan anggaran sekian dan swasta dipersilahkan masuk untuk menutupi. "Kalau pemerintah tetap ada di situ, maka pemerintah bisa mempengaruhi tarif, karena kita tahu porsi keuntungan yang diperoleh oleh pihak swasta," jelasnya. Ia menyebutkan, pihaknya akan mempresentasikan rancangan blue print NSW itu kepada Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Nasional Persiapan NSW dalam waktu dekat ini sehingga dapat segera diambil keputusan termasuk mengenai sistem penyelenggaraan NSW itu. Sementara itu mengenai biaya yang dibebankan kepada pengguna jasa kepelabuhan, Edy mengharapkan, biaya yang harus dikeluarkan pengguna harus lebih murah dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh negara lain termasuk Singapura. "Kita maunya lebih murah dari manapun karena di samping untuk memberikan fasilitas kepada importir dan eksportir, tetapi juga untuk membuka kesempatan seluasnya kepada UMKM untuk bisa mengggunakan fasilitas itu. Diharapkan itu tidak menjadi barang mewah," katanya. Ia menyebutkan, kalau misalnya pengguna NSW di Singapura harus membayar tujuh hingga 12 dolar AS (tergantung jenis barangnya) untuk mengurus customs clearance, Indonesia menginginkan biaya untuk itu bisa lebih rendah lagi. "Kita maunya yang dibayarkan oleh pengguna jasa kepabeanan yang harus dibayar melalui bank lebih murah lagi dari angka itu," kata Edy. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007