Medan (ANTARA News) - Agaknya memang tidak ada kata tidak mungkin dalam kamus politik di Indonesia. Segala sesuatu bisa saja terjadi jika para pemainnya memang menghendaki. Mungkin tidak ada yang menduga, sebuah partai politik besar dan nyata-nyata telah memposisikan diri sebagai partai oposisi, justru sepakat untuk "bersatu" dengan partai lain yang tengah berkuasa. Fenomena serupa kini tengah terjadi dan diperkirakan akan menghiasi percaturan politik di tanah air dalam beberapa waktu ke depan, ketika Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sepakat untuk "bersatu" mengusung kekuatan. Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, Surya Paloh, bahkan mengakui kebersamaan partainya dengan PDI-P akan menjadi sebuah tanda tanya besar. "Orang di luaran sana pasti akan bertanya-tanya, apa yang kita lakukan di sini," katanya ketika berbicara pada acara silaturahmi Partai Golkar dan PDI-P di Medan, Rabu (20/6). Hanya saja menurut dia, apa yang saat ini dilakukan Partai Golkar dan PDI-P merupakan sebuah strategi jangka panjang, yang dampaknya baru akan dirasakan dalam satu, dua dan bahkan tiga generasi ke depan. "Pertanyaan besar itulah yang harus kita jawab bersama," katanya pada kesempatan yang juga dihadiri Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P, Taufik Kiemas, dan sejumlah petinggi dari dari kedua partai tersebut. Ke depan, katanya, Partai Golkar dan PDIP bertekad untuk merebut posisi-posisi strategis untuk menjaga stabilitas politik di tanah air, karena stabilitas politik sangat penting bagi terlaksananya pembangunan bangsa dan negara. "Kita bertekad menjadi pemrakarsa stabilitas itu, karena partai politik hanya bisa berperan kalau stabilitas politik itu tetap terjaga," ujarnya. Ia menunjuk contoh UMNO di Malaysia, LDP di Jepang dan Partai Kongres di India, yang mampu dan bahkan sukses menjaga dan menjamin stabilitas politik di negara masing-masing. Partai Golkar dan PDIP, menurut dia, juga harus mampu berperan serupa demi kepentingan pembangunan dan masa depan bangsa dan negara. Ia mengakui Indonesia merupakan negara multipartai. Namun demikian konsep multipartai itu sendiri terbukti telah membuat bangsa ini jatuh bangun. Surya Paloh mencatat sudah 18 kali pemerintahan jatuh-bangun dengan konsep multipartai. "Bahkan itu pula kiranya yang menjadi alasan kenapa Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959," katanya. Pada bagian lain ia juga mengungkapkan bahwa era reformasi merupakan era yang unik, di mana setiap orang memiliki kebebasan yang nyaris tanpa batas, baik untuk berbicara, bereaksi, menulis dan bahkan berbuat apa saja yang diinginkan. Namun demikian ia mengingatkan bahwa sudah terjadi empat kali pergantian kepala negara sejak era reformasi, yang kesemua itu menunjukkan ketidakstabilan politik di negara ini. Pemilu 2009 Ke depan, kedua partai besar itu bahkan telah memasang target perolehan suara hingga 60 persen pada Pemilu 2009, sebagaimana diungkapkan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP, Taufik Kiemas. Pada kesempatan yang sama, suami mantan Presiden Megawati Sukarnoputri itu juga mengatakan bahwa target perolehan suara Partai Golkar dan PDI-P setidaknya harus dapat diwujudkan di Sumatera. "Sumatera merupakan salah satu barometer politik di tanah air, karenanya tekad memenangkan pemilu bersama itu harus dimulai di Sumatera ini," katanya. Terget itu, menurut dia, harus dicapai Partai Golkar dan PDI-P secara bersama. "Tidak peduli siapa yang menang pemilu, Golkar atau PDIP, karena yang terpenting kedua partai ini harus mampu meraih 60 persen suara atau setidaknya harus di atas 50 persen pada pemilu mendatang," Lebih jauh dikemukakannya, setelah target itu tercapai, baru kemudian kedua partai akan menentukan siapa yang akan jadi presiden pada Pilpres 2009. "Jika kita sudah menang pemilu, baru kita akan tentukan siapa presidennya, bisa dari Golkar dan bisa juga dari PDIP," katanya. Namun demikian Taufik Kiemas menekankan bahwa kemenangan pada pemilu dan pilpres 2009 bagi Partai Golkar dan PDI-P sesungguhnya tidaklah lebih penting ketimbang tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia, bagi kedua partai, NKRI dan tetap terjaganya kemajemukan bangsa jauh lebih penting ketimbang hanya sekadar menjadi pemenang dalam pemilu maupun pilpres. Komitmen seperti itu juga yang menurut dia menjadi pengikat kedua partai besar itu, sehingga bisa bersilaturahmi dan kemudian bersatu. Di antara kedua partai, katanya, tidak ada perbedaan. Keduanya sama-sama komit dengan NKRI. "Karena itu pula kedua partai ini bisa bersatu. Kita sama-sama partai yang berjuang bagi tetap tegaknya NKRI dan pluralisme," ujarnya. Terkait dengan silaturahmi kedua partai yang digelar di Medan itu sendiri, ia mengatakan bahwa kegiatan itu merupakan momen bersejarah bagi bangsa dan negara ini. Silaturahmi itu sendiri bahkan telah dirancang sejak dua tahun silam serta membutuhkan waktu dan pemikiran yang tidak sedikit. "Setelah berfikir dan berunding, ternyata antara Golkar dan PDIP tidak ada perbedaan. Kita punya komitmen dan tujuan perjuangan yang sama," katanya. Meski Partai Golkar berada di jajaran pemerintahan dan PDI-P mengambil peran sebagai oposisi, menurut Taufik hal itu tidak akan menjadi penghalang bagi kedua partai untuk dapat bersatu. "Golkar dan PDIP punya kesamaan, sama-sama pendukung NKRI, pedukung Pancasila dan pendukung UUD 1945, GBHN serta APBN yang prorakyat. Karena itu kita bisa bersatu," katanya. Taufik Kiemas juga mengatakan bahwa silaturahmi antara Partai Golkar dan PDI-P merupakan sebuah momen bersejarah, yang akan menjadi catatan tersendiri bagi bangsa dan negara ini bahkan hingga beberapa generasi mendatang. Belum Koalisi Meski sudah bersepakat untuk "bersatu" dan membangun kekuatan bersama, namun baik Surya Paloh maupun Taufik Kiemas tetap menolak kalau silaturahmi yang dijalin kedua partai disebut sebagai sebentuk koalisi. Menurut Surya, apa yang saat ini telah dibina kedua partai sama sekali belum merupakan sebuah kesepakatan untuk berkoalisi, meski jalan ke arah itu cukup terbuka lebar dan sangat memungkinkan. "Kita tidak menabukan koalisi. Hanya saja saat ini kita belum bicara soal itu karena yang terpenting penting saat ini kita bersepakat untuk bersatu dulu. Koalisi itu soal belakangan," katanya ketika menjawab pertanyaan ANTARA pada jumpa pers usai silaturahmi. Namun demikian ia juga meyakini koalisi antara Partai Golkar dengan PDP-P akan menghasilkan kebersamaan yang lebih baik, lebih kokoh, dan lebih kuat. Hal yang sama juga dikemukakan Taufik Kiemas. Menurut dia wacana koalisi masih harus melalui perundingan panjang di antara kedua partai. "Berkoalisi secara resmi bukannya tidak mungkin dan bukannya kita tidak memikirkannya. Tetapi untuk saat ini persoalan itu belum lagi kita bahas apalagi ditetapkan," katanya.(*)

Pewarta: Oleh Riza Mulyadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007