Jakarta (ANTARA News) - Komisioner bidang kesehatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sitti Hikmawatty menyatakan prihatin dengan meninggalnya anak laki-laki 15 tahun di Bandung, Jawa Barat, akibat penyakit difteri.

Pasien asal Sukabumi yang meninggal di Rumah Sakit Hasan Bandung itu sempat mendapatkan diagnosis syok sepsis (cold shock) dan Tonsilofaringitis Difteri. Dia juga mendapat penanganan tracheostomy untuk mengatasi kesulitan bernapasnya tapi tidak kunjung mendapatkan serum anti-Difteri (ADS) yang langka dan berujung pada kematiannya di ruang gawat darurat.

"KPAI berharap agar kejadian Kejadian Luar Biasa (KLB) saat ini menjadi pintu evaluasi terhadap pelayanan kesehatan yang telah berlangsung," kata Sitti kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Menurut informasi yang diterimanya dari Direktur Surveillance dan Karantina Kemenkes RI, pekan ini terjadi pergerakan kenaikan kembali kasus difteri sehingga perlu upaya yang lebih giat lagi dari semua pihak.

Dia mengatakan setiap kejadian luar biasa harus disikapi dengan arif lantaran sifatnya yang mewabah dan bukan kejadian biasa.

"Seharusnya tidak boleh ada kesulitan apalagi sampai ada kelangkaan ADS. Jika di RS besar sekelas RS Hasan Sadikin saja bisa sulit mendapatkan ADS, bagaimana dengan pengadaan di RS lain?," kata dia.

Sitti mendorong agar setiap pihak terutama pemerintah dan masyarakat untuk menggiatkan vaksinasi difteri sehingga tidak terjadi wabah yang membahayakan banyak jiwa.

Upaya-upaya antisipasi, kata dia, perlu dilakukan secara optimal dan vaksinasi menjadi keniscayaan. Kalau ada kegagalan vaksin sekian persen saja, dampaknya bisa terjadi wabah kejadian luar biasa.

"Seharusnya kita berupaya keras agar nilai kegagalan itu semakin kecil, bukan malah jadi menolak vaksin. Saya kira ini pemahaman yang keliru," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan KPAI akan melakukan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk bersama-sama mencari solusi-solusi terbaik.

Dia mengatakan banyak pihak juga bisa turut berperan mencegah terjadinya wabah Difteri seperti dari kalangan kelompok masyarakat, sivitas akademika dan dunia usaha.

Setiap pihak, kata dia, dapat tergerak untuk ikut berkontribusi dalam mengatasi masalah KLB Difteri. KPAI juga mencoba memediasikan persoalan itu dengan aparat terkait dalam hal ini Kementerian Kesehatan.

"Semua niat baik masyarakat ini perlu diapresiasi, tapi kita juga harus tahu bahwa komandan bidang kesehatan adanya di Kemenkes, jadi kita hormati itu. Penanganan yang terkoordinasi dengan baik, akan mempercepat penanganan kasus KLB yang terjadi," katanya.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017