Jakarta (ANTARA News) - Kilang Gas Alam Cair (Liquified Natural Gas/LNG) Donggi Senoro di Sulawesi Tengah mempertahankan peringkat Biru dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Kami bersyukur dan berterima kasih atas dukungan semua pihak, peringkat Biru ini menunjukkan komitmen perusahaan yang tinggi dalam kebijakan mutu, kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan hidup," ujar Direktur Urusan Korporasi PT Donggi-Senoro LNG Aditya Mandala dalam siaran pers perusahaan, Kamis.

Perolehan peringkat Biru tersebut tertuang dalam Surat Keputusan KLHK Nomor Sk.696/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2017 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2016-2017 tertanggal 15 Desember 2017.

Penilaian Proper, Aditya menjelaskan, rutin dilakukan pemerintah untuk mendorong perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan yang baik dan bisnis yang beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat dalam aktivitas operasinya.

Kilang pengolahan gas alam menjadi LNG yang berlokasi di Desa Uso, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, mulai beroperasi Agustus 2015. Selain memproduksi LNG, kilang juga menghasilkan kondensat sebagai produk samping dari pengolahan gas menjadi LNG.

Penilaian peringkat Proper KLHK periode 2016-2017 meliputi 1.819 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 571 perusahaan diawasi langsung oleh provinsi dan 1.248 perusahaan oleh KLHK.

Berdasarkan evaluasi tim teknis dan pertimbangan Dewan Pertimbangan Proper ada 19 perusahaan peraih peringkat Emas, 150 perusahaan mencapai peringkat Hijau, 1.486 perusahaan meraih peringkat Biru, 130 perusahaan berada di zona Merah, dan satu perusahaan di zona Hitam.

Kilang Donggi Senoro berkapasitas produksi dua juta ton LNG per tahun, merupakan kerja sama PT Pertamina (Persero), PT Medco Energi Internasional Tbk, Mitsubishi Corporation, dan Korea Gas Corporation.

Kilang Donggi Senoro menjadi proyek pertama di Indonesia yang menggunakan skema hilir, memisahkan produksi gas di hulu dengan pengolahan LNG di hilir. Model pengembangan hilir itu memungkinkan optimalisasi penerimaan negara, sebab biaya pembangunan kilang tidak membebani cost recovery.


Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017