Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan Presiden AS Donald Trump kehilangan legitimasi karena Majelis Umum PBB akhirnya mengadopsi resolusi yang mengutuk pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Majelis Umum PBB telah bersuara terkait pengumuman Presiden AS Donald Trump. Trump pun kehilangan legitimasi atas pengumuman untuk memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem," ujar Hikmahanto Juwana di Jakarta, Jumat.

Bahkan, lanjutnya, Trump telah membawa AS sebagai kampiun demokrasi menjadi negara yang otoriter dengan upaya mengancam negara-negara di PBB untuk tidak menyetujui resolusi MU PBB.

Kepemimpinan AS atas dunia akan terus dipertanyakan bahkan akan dicemooh oleh dunia.

Mayoritas negara dunia tidak lagi takut dengan ancaman AS. Tidak lagi ada istilah Kuat adalah Benar (Might is Right) karena dunia mampu menentang kemauan Trump yang memanfaatkan kursi kepresidenannya.

Saat ini dunia perlu merumuskan apa tindakan selanjutnya atas AS dan Israel pasca Resolusi Majelis Umum PBB. Ada dua tindakan yang mungkin dilakukan.

Pertama, berbagai pemimpin dan tokoh dunia menyerukan agar AS mau tunduk pada Resolusi Majelis Umhm PBB karena suara mayoritas dunia.

Sebagai kampiun demokrasi sudah sewajarnya bila AS mau mendengar suara mayoritas.

Kedua, atas dasar perdamaian dunia pemimpin dan tokoh dunia menghimbau kepada para politisi AS, termasuk para mantan Presiden AS untuk mengingatkan Trump pengaruh Resolusi Majelis Umum PBB terhadap kepemimpinan AS di dunia.

"Sudah saatnya bagi rakyat AS, politisi dan kaum elit AS agar mereka bersuara dan mengambil tindakan konstitusionam terhadap Donald Trump agar AS tidak terjerembab lebih dalam atas manuver-manuvernya. Berbagai manuvernya bukannya membuat America Great Again tetapi Make America Worst," pungkas dia.

Majelis Umum PBB akhirnya mengadopsi resolusi yang mengutuk pengakuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahwa Yerusalem ibu kota Israel.

Resolusi itu diloloskan dengan suara mayoritas mutlak dengan hanya sembilan negara menolak, termasuk Amerika Serikat dan Israel.

Dalam pemungutan suara Kamis (21/12) waktu New York, sebanyak 128 negara mendukung resolusi, sembilan menentang, dan 35 negara memilih untuk abstain.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017