Jakarta (ANTARA News) - Penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2007 akan dilakukan dengan menggunakan sistem mayoritas mutlak atau lima puluh persen suara plus satu. Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR RI untuk RUU ibukota negara, Effendi Simbolon, di Jakarta, Kamis, mengatakan pemerintah telah setuju untuk menerapkan lex spesialis dalam penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta 2007 terutama dalam penentuan perolehan suara pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang memenangi pilkada. "Artinya gubernur dan wakil gubernur di DKI harus memperoleh 50 persen plus satu suara," katanya usai menggelar pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Dalam Negeri Ad Interim Widodo AS, Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto membahas enam materi dalam RUU Ibukota Negara. Ia menjelaskan alasan penggunaan mayoritas mutlak dalam penentuan pemenang dalam pilkada DKI adalah untuk mencapai legalitas mutlak atas pimpinan pemerintahan ibukota. "Kita ingin peroleh legalitas mutlak dengan mayoritas mutlak bukan dengan mayoritas sederhana karena ciri Jakarta pluralistik, dinamis dan juga ibukota negara," paparnya. Dengan penetapan lima puluh persen suara plus satu, menurutnya, bila memang diperlukan dua putaran dalam pemungutan suara maka hal tersebut bisa dijalankan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Sementara itu Ketua KPU DKI Jakarta Juri Ardiantoro menyatakan telah siap bila pilkada DKI Jakarta harus berlangsung dalam dua putaran. "Sejauh ini tidak ada masalah. Sebetulnya dalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dibuka peluang untuk penentuan lima puluh persen plus satu dan itu sudah dilakukan di Nangroe Aceh Darussalam. Selama ini memang untuk pilkada di daerah lain 25 persen plus satu," katanya. Bila terjadi dua putaran, KPU DKI memperkirakan jadwal pemungutan suara putaran kedua adalah dua bulan setelah 18 Agustus 2007 yaitu 18 Oktober 2007. Juri menambahkan lima puluh persen plus satu itu dihitung dari jumlah suara yang sah dan bukan dari jumlah pemilih tetap yang terdaftar sehingga kekhawatiran tidak tercapainya jumlah lima puluh persen plus satu untuk salah satu atau kedua pasangan cagub dan cawagub tidak beralasan. Ia lebih menyoroti permasalahan bila RUU Ibukota Negara disahkan dan diundangkan setelah masa pemungutan suara dan penghitungan suara terlewati, sementara tidak ada aturan peralihan dalam RUU tersebut yang menegaskan bahwa Pilkada DKI 2007 harus mengikuti UU tersebut. "Kita akan tunggu apakah disahkan kemudian otomatis berlaku. Masalahnya bila disetujui DPR pada 10 Juli 2007, sesuai ketentuan yang ada Presiden memiliki waktu 30 hari untuk menyetujui UU tersebut bila ternyata melebihi masa pemungutan suara itu akan menjadi masalah," paparnya. Oleh karena itu Juri mengusulkan agar Pansus memasukkan klausul bahwa Pilkada DKI 2007 harus menyesuaikan dengan UU dalam pasal peralihan. "Harus diatur demikian, bila tidak maka KPU DKI Jakarta akan menggunakan ketentuan yang ada, hal itu untuk menghindari adanya intepretasi yang membingungkan," tegasnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007