Tokyo (ANTARA News) - Perjanjian kerjasama ekonomi RI dan Jepang dalam format Economic Partnership Agreement (EPA) belum membicarakan jumlah kuota bagi jumlah pekerja terampil Indonesia yang bisa masuk di bursa kerja Jepang. "Memang belum dibicarakan mengenai kuota dalam EPA, kemarin. Namun yang penting Indonesia sudah bisa masuk pasar kerja di Jepang yang dikenal ketat itu," kata Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Depnaker dan Transmigrasi, Myra M Hanartani di Tokyo, Sabtu. Dirjen mengemukakan hal itu berkaitan dengan sektor tenaga kerja yang masuk dalam perjanjian EPA. Draft final EPA sendiri baru saja ditandatangani oleh delegasi Indonesia dan Jepang Jumat tengah malam (22/6), menyusul perundingan dua negara yang berlangsung marathon sejak 19 Juni lalu. Naskah resmi EPA baru akan ditandatangani oleh kedua kepala pemerintahan pertengahan Agustus mendatang oleh PM Shinzo Abe dan Presiden Susilo Bambang Yudhyono. Jepang sendiri saat ini memberlakukan ketentuan hukum yang ketat di bidang imigrasi dan tidak memperkenankan masuknya tenaga non terampil ke Negeri Sakura itu. Namun Jepang membolehkan pekerja asing berada di Jepang dalam skema program magang yang terbatas. Mengenai hal itu, dirjen mengatakan, ada celah yang bisa dipakai oleh kedua negara untuk membuka pasar kerja di Jepang. Celah itulah yang kemudian dimanfaatkan melalui skema tertentu di dalam format EPA. "Dengan kata lain, Jepang saat ini sudah siap untuk menerima tenaga kerja perawat dan tenaga pengasuh yang diperuntukkan bagi kelompok masyarakat berumur," ujar Myra Hanatani. Persoalannya kini, ujarnya, ada di Indonesia. Pekerja Indonesia dan perusahaann pengerah tenaga kerjanya nanti harus mampu menciptakan nilai lebih mengenai tenaga kerja di dua kelompok tersebut. Dalam EPA disepakati masuknya tenaga kerja terampil Indonesia untuk dua kelompok kerja saja, yakni perawat dan tenaga pengasuh untuk masyarakat berumur. Masyarakat Jepang kini mengalami persoalan "aging society" atau bertambahnya kelompok masyarakat yang berumur di atas 65 tahun. Dari 127,77 juta penduduk Jepang, sekitar 30 persen di antaranya adalah kelompok masyarakat berumur tadi. "Jadi tenaga kerja Indonesia harus mampu menimngkatkan `skill`, karena nanti harus bersaing juga dengan tenaga kerja yang sama dari negara lainnya yang juga masuk ke Jepang," ujarnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007