Semarang (ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar, menyatakan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, belum final dan pemerintah tetap menghargai keberatan masyarakat. Seusai menjadi pembicara kunci dalam sebuah seminar memperingati Dies Natalis ke-50 Undip Semarang, Sabtu, Meneg LH mengatakan, pihaknya juga masih mencermati proses-proses yang berjalan, termasuk kajian tentang analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Sepanjang PLTN tersebut belum dibangun, menurut Witoelar, rencana tersebut masih pada tataran wacana sehingga masyarakat tidak perlu heboh menyikapi rencana pembangunan PLTN tersebut. Ia menegaskan, dilanjutkan atau tidak rencana pembangunan PLTN, Kementerian LH tidak bisa memutuskannya namun pihaknya tetap mengikuti proses-prosesnya, yang antara lain menjalankan amdal. Amdal tersebut selain bersifat fisik juga menyangkut amdal sosial. "Keberatan masyarakat atas rencana pembangunan PLTN merupakan masukan berharga," kata Witoelar. Menurut dia, PLTN memang merupakan prioritas yang ke sekian setelah penggunaan energi bahan bakar alternatif, seperti biofuel, angin, panas bumi, dan lainnya untuk mengurangi ketergantungan energi berbahan bakar fosil (minyak bumi). Perubahan Iklim Meneg LH ketika menjadi pembicara kunci dalam seminar "Pengembangan Baja Berwawasan Lingkungan" di Undip mengatakan, penggunaan energi fosil secara tidak bertanggung jawab menjadi penyebab krisis iklim yang sekarang menjadi kecemasan masyarakat dunia. Krisis yang diwarnai dengan anomali iklim, katanya, menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur dan kenaikan permukaan air laut, yang diperkirakan 20 tahun mendatang akan mengalami kenaikan 20 hingga 80 sentimeter. "Perubahan iklim tersebut mengancam kelangsungan pertanian dan kenaikan permukaan air laut mengancam kawasan sekitar pantai," katanya seraya menyebutkan kawasan Ancol, Jakarta termasuk salah satu daerah yang diramalkan bakal terkena limpasan air laut itu. Karena itu, Witoelar mengingatkan dunia industri yang banyak menggunakan energi fosil untuk menekan ketergantungan BBM sekaligus mengurangi pencemaran yang ditimbulkan dari aktivitas industri. Berdasarkan penelitian terhadap 19 industri baja yang dilakukan Kementerian LH, katanya, terdapat dua industri baja yang masuk peringkat hitam. Ketua Asosiasi Masyarakat Baja Indonesia (AMBI) Kenji Pangestu di tempat sama mengatakan, industri baja memiliki kepedulian menjaga lingkungan, karena itu setiap industri memiliki instalasi pengolah limbah.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007