Kabul (ANTARA News) - Pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afghanistan, Ahad, mengaku telah membunuh warga sipil lagi, sekali ini di Pakistan, sehari setelah kecamana keras dari Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, mengenai berbagai operasi militer. Senjata yang ditembakkan oleh prajurit Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) mengenai satu bangunan di Pakistan, sementara pesawat tempur memburu gerilyawan yang sedang bersiap untuk menyerang satu pangkalan di seberang perbatasan Afghanistan, Sabtu, kata seorang juru bicara. Penduduk mengatakan, seorang anak, seorang perempuan dan tujuh laki-laki tewas. Juru bicara militer Pakistan, Mayor Jenderal Waheed Arshad, mengatakan bahwa pemerintahnya telah memprotes dan menuntut penjelasan. Ia mengatakan, satu roket telah menghantam bangunan itu. "Kami menerima laporan bahwa satu senjata kami menghantam satu bangunan yang di dalamnya mungkin ada sejumlah warga sipil dan bangunan tersebut mungkin adalah kediaman atau stasiun perjalanan atau sejenis hotel," kata jurubicara ISAF Mayor John Thomas. "Kami menyesalkan jatuhnya korban jiwa dari pihak warga yang tak berdosa," katanya. ISAF sebelumnya mengatakan sebanyak 60 petempur tewas dalam operasi itu, yang berada di perbatasan di provinsi Paktika, Afghanistan tenggara dan daerah suku Waziristan Utara di Pakistan. Di Kabul, Sabtu, Karzai menuduh ISAF dan koalisi pimpinan AS, yang terpisah, mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di pihak sipil dalam eprang melawan gerilyawan melalui operasi yang membabi-buta dan serampangan. Ada "penggunaan tindakan dan kekuatan secara ekstream" yang tak dikoordinasikan dengan pasukan Afghanistan kendati keluhan berulangkali disampaikan selama beberapa tahun, kata Presiden Afghanistan tersebut. Juru bicara NATO (North Atlantic Treaty Organization) mengatakan, kemarahan Presiden itu dapat dipahami. "Tetapi, izinkan saya menjelaskan bahwa tak ada prajurit ISAF yang bermaksud membunuh warga sipil," kata Nicholas Lunt di Kabul. "Lain halnya dengan Taliban. Mereka secara sengaja membunuh warga sipil." Seorang kepala polisi wilayah mengatakan kepada media setempat bahwa anggota Taliban telah menculik putranya yang berusia 18 tahun dan memancungnya. Ghulam Wali, Kepala Polisi Wilayah Sangin di Provinsi Helmand, mengatakan ia telah memohon dengan putus-asa kepada orang-orang itu agar membebaskan anaknya, dan mengatakan, "Ia adalah anak laki-laki yang tak berdosa dan permusuhan anda ialah dengan saya bukan dengan dia." Gerilyawan sejauh ini telah membunuh banyak warga sipil dalam pertempuran di Afghanistan, seringkali dalam pemboman di pinggir jalan dan bunuh diri yang ditujukan kepada pasukan keamanan asing dan Afghanistan. Bertambahnya korban jiwa sipil oleh pasukan militer asing dan Afghanistan --yang dikatakan oleh satu organisasi non-pemerintah telah mencampai hampir 250 orang tahun ini-- menambah kekecewaan mengenai Afghanistan pasca-Taliban. Sementara itu, pertempuran kian sering terjadi di seluruh negeri tersebut dan hampir 20 gerilyawan garis keras, empat prajurit Afghanistan dan tiga prajurit asing tewas dalam satu hari belakangan. Dua warganegara Estonia yang tergabung dalam ISAF, yang terdiri atas 37 negara, tewas dalam satu serangan roket di Helmand, demikian pengumuman negara mereka. Seorang anggota koalisi yang didominasi tentara AS tewas di provinsi yang sama dalam pertempuran yang juga menewaskan seorang prajurit Afghanistan dan sebanyak setengah lusin gerilyawan, kata pasukan koalisi. Tiga lagi tentara Afghanistan tewas dalam pemboman terpisah oleh anggota Taliban, kata beberapa pejabat. Enam gerilyawan tewas dalam pertempuran di Paktika, kata Kementerian Pertahanan di Kabul. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri di Kabul menyatakan kepada media bahwa lima warganegara Pakistan "terlibat dalam kegiatan yang merusak". Satu orang, yang namanya mengaku hanya bernama Shoaib, mengatakan kepada wartawan, "Kami diberitahu oleh Taliban bahwa Afghanistan telah diserbu oleh orang Amerika dan kami harus berjihad." Taliban menguasai pemerintah Afghanistan pada 1996, dalam kekacauan akibat perang saudara di negeri tersebut. Mereka digulingkan lima tahun kemudian oleh koalisi pimpinan AS yang masih berada di Afghanistan untuk memburu para pemimpin faksi santri itu dan sekutunya Al-Qaeda, yang memanfaatkan Afghanistan yang dikuasai Taliban sebagai tempat prlindungan dan pelatihan, demikian laporan AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007