Jakarta (ANTARA News) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menemukan indikasi terjadinya praktek jual beli Pulau Bawah di perairan selatan Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kepada asing asal Malaysia dan Australia senilai Rp 1 miliar. Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) DKP, Ardius Zaenuddin di Jakarta, Rabu, mengatakan berdasarkan hasil operasi pengawasan dan pengendalian (Wasdal) P2SDKP pada 25 Mei - 1 Juni 2007, di Propinsi Kepulauan Riau ada laporan warga dan bukti berkas akta tanah dari notaris Tanjung Pinang Kepri, yang sudah dilegalisir kepemilikannya oleh aparat Kepala Desa Kiabu dan Kecamatan Siantan. Namun, tambahnya, dari berkas akta-akta tersebut ada kejanggalan yang tidak masuk akal, yakni kepemilikan akta tanah atau kebun itu atas nama warga asli yang berstatus sebagai nelayan. "Sepertinya tidak masuk akal jika seorang nelayan mampu membeli tanah senilai Rp 1 miliar. Kuat dugaan praktek jual-beli pulau tersebut mengarah kepada pembeli atau pemilik modal WNA (Malaysia atau Australia) di belakang nama pembeli WNI yang refatif tidak masuk akal mampu membeli tanah kebun ataupun pulau tersebut dengan nilai sebesar itu," ujarnya. Ardius mengatakan meski di Pulau Bawah belum menunjukan adanya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, namun di pulau tersebut sudah nampak adanya satu tiang ukur setinggi satu meter dan dermaga yang terletak di pantai. Kemudian, lanjutnya, secara rutin sudah menjadi langganan turis-turis asing mengunjungi pulau tersebut, tetapi belum diketahui apa tujuan dari kunjungan itu. Dengan adanya indikasi praktek jual beli pulau secara ilegal, Dirjen P2SDKP telah mengirimkan dua tim yang didukung oleh kapal pengawas perikanan KP Hiu 010 untuk melakukan pemantauan dan pengawasan secara rutin. Hal itu, tambahnya, untuk menghindari adanya praktek negatif terhadap kelestarian sumberdaya Kelautan dan perikanan. "Meski penyelidikan ini belum final apakah pulau tersebut benar-benar diperjualbelikan kepada pihak asingkapal pengawas harus memantau setiap kegiatan di pulau tersebut,"ujarnya. Menurut Ardius, hal itu dilakukan guna menghindari praktek-praktek ilegal misalnya pengerukan pasir seperti dilakukan di pulau Nipah.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007