Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) mengusulkan, agar Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dinaikkan menjadi Rp140 juta per tahun atau sekitar Rp11 juta per bulan, sehingga daya beli masyarakat tidak terpangkas oleh Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan. "Sekarang daya beli masyarakat anjlok sekali. Nah, daya beli anjlok akibatnya konsumsi barang-barang yang mestinya bisa diproduksi oleh pelaku usaha domestik jadi agak kurang, tidak menjadi optimal," kata Anggota Komisi XI dari Fraksi PAN, Dradjad Wibowo di Jakarta, Jumat. Ia menimpali, "Nah, salah satu sebabnya untuk mereka-mereka yang berpenghasilan tetap, banyak terkena PPh 21 dan PPh 25 untuk mereka yang punya lebih dari satu pendapatan. Kenapa? karena PTKP-nya terlalu rendah." PTKP saat ini adalah Rp13,2 juta per tahun atau Rp1,1 juta per bulan. Menurut politisi berlatar belakang ilmu ekonomi itu, meski jumlah wajib pajak perorangan besar, setoran PPh dari wajib pajak perorangan relatif kecil dibandingkan wajib pajak badan usaha sehingga penurunan jumlah setoran PPh perorangan akan bisa dikompensasi oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berujung pada setoran pajak yang lebih besar. "Kita naikkan PTKP-nya, agar perusahaan-perusahaan tidak terlalu dibebani administrasi untuk pengurusan PPh 21, kemudian orang berpenghasilan tetap dan menegah bawah serta kaum profesional bisa gunakan penghasilannya untuk konsumsi dan beli rumah dan sebagainya. Jadi itu lebih banyak untuk menolong kesejahteraan pegawai negeri, pegawai swasta, kemudian usaha-usaha kecil," tuturnya. Dia menambahkan, selain PTKP, pihaknya juga mengusulkan penurunan PPh final bagi badan usaha dari 30 persen menjadi 25 persen sebagai insentif pajak mengingat daya saing kita cenderung lemah dibandingkan negara-negara sekitar untuk berinvestasi. "Memang China masih 30 persen. Negara-negara lain masih ada yang 30 persen, tapi mereka punya daya saing lebih bagus dari kita, sehingga kalau kita sama 30 persen, itu kita tidak menarik. Karena itu kita turunkan 25 persen untuk kompensasi kelemahan daya saing kita dibanding China dan Vietnam," ujarnya. Meski usulan itu akan menurunkan setoran PPh, Dradjad mengatakan, hal itu akan terkompensasi oleh pertumbuhan kinerja badan usaha yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. "Ini insentif pajak yang benar seharusnya begini," katanya. Demikian juga dengan sektor UKM, PAN mengusulkan agar tarif PPh dikenakan secara progresif. "Untuk UKM tarifnya kita turunkan jadi 15 persen. Jadi untuk perusahaan-perusahaan yang omsetnya hingga Rp1,8 miliar, tarip PPh-nya cuma 15 persen. Kemudian Rp1,8-5 miliar itu 20 persen, progresif sesuai dengan omset," katanya. Dia menambahkan, PAN juga mengusulkan agar penghasilan dari usaha yang berbasis syariah tidak menjadi objek PPh sehingga hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saja. "Karena kalau penghasilan dari usaha syariah kan bisa bagi hasil. Jadi tidak fair karena padanan bagi hasil itu kan bunga yag diterima bank konvensional. Bagi hasil kena PPh, bunga yang diterima bank tidak kena PPh," katanya Pada intinya, jelas Dradjad, DPP PAN meminta agar insentif yang diberikan tidak diskriminatif dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007