Jakarta (ANTARA News) - Komisi V DPR RI sangat mendukung upaya tindakan serupa untuk membalas jika Uni Eropa benar-benar melarang 51 maskapai Indonesia terbang ke kawasan itu karena alasan keamanan dan keselamatan penerbangan (safety). Menurut Ketua Komisi V DPR Ahmad Muqowam, sudah saatnya pemerintah Indonesia "tegak" di luar negeri dan tindakan Eropa itu sudah menyentuh nilai kedaulatan negara. Jika Eropa benar-benar melakukan pelarangan itu, tindakan serupa pantas diberikan, termasuk kepada negara lain yang mungkin mengikuti jejaknya. Penegasan Ahmad Muqowam itu disampaikan di Jakarta, Jumat, terkait desakan sejumlah pihak, khususnya Indonesia National Air Carriers Association (INACA) agar pemerintah segera bersikap terhadap rencana tersebut, termasuk dengan tindakan resiprokal jika Eropa benar-benar merealisasikan rencana itu mulai 6 Juli 2007. Menurut Muqowam, tindakan tegas tersebut diperlukan agar dunia internasional, termasuk Eropa tidak merasa di atas angin dan seenaknya menekan Indonesia. "Ada kesan Eropa lebih superior dan kita inferior. Ini tak boleh terjadi," kata Muqowam. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mempertanyakan niat Uni Eropa tersebut karena sejatinya sebagai sebuah komunitas, tak terkait langsung dengan urusan penerbangan antar kedua negara. "Indonesia dan sejumlah negara di Eropa terikat dengan `Air Agreement`. Jadi, Uni Eropa tak ada urusannya dengan urusan penerbangan," katanya. Karena itu, tegasnya, sudah saatnya Indonesia bersikap tegas terhadap ancaman itu. "Penjelasan kepada mereka pada Oktober 2007 jalan terus, tetapi sikap tegas harus dipercepat sebelum 6 Juli 2007," katanya. Sementara itu, menurut anggota Komisi V DPR lainnya, Abdul Hakim dari FPKS selain setuju pemerintah bersikap tegas, juga meminta untuk mewaspadai isu persaingan bisnis ekonomi regional-global, terkait dengan pertumbuhan penerbangan domestik dan regulasi yang sedang dipersiapkan oleh pemerintah dan DPR. "Bisa saja hal itu karena para pesaing penerbangan di negara tetangga seperti Singapura dengan Singapore Airlines-nya. Jika Indonesia jadi mengedepankan azas `cabotage` melalui Undang-Undang Pelayaran dan Penerbangan yang kini dibahas dengan DPR, maka itu `mimpi buruk` bagi Singapura," katanya. Azas cabotage adalah kewajiban muatan domestik (udara dan laut) diangkut oleh armada nasional. Prinsip cabotage udara juga sampai sekarang dipertahankan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China, termasuk India. Sementara itu, dari sisi persaingan bisnis di dunia penerbangan, kepentingan Boeing Company (Amerika Serikat) dan Airbus (Eropa), juga patut diwaspadai di balik rencana pelarangan itu. "Orang tahu bahwa pesawat buatan Airbus di Indonesia sangat minoritas dibanding Boeing," katanya. Rencana pelarangan yang diusulkan ahli Uni Eropa pekan ini dan direncanakan akan efektif berlaku sejak 6 Juli, menyusul serangkaian kejadian kecelakaan pesawat di Indonesia pada awal tahun ini. Komite Ahli UE menempatkan semua maskapai penerbangan Indonesia (51) dalam daftar maskapai yang dilarang terbang di wilayah negara-negara Uni Eropa karena alasan keselamatan. Komite Ahli UE juga memutuskan untuk memasukkan maskapai penerbangan Ukraina Volare dan TAAG Angola Airlines dalam "daftar hitam" tersebut. Mereka mengatakan berdasarkan pendapat pakar, daftar tersebut juga akan diperbarui dalam beberapa hari mendatang. Saat ini tidak ada maskapai Indonesia yang beroperasi ke Eropa. "Namun keputusan itu juga sebagai imbauan kepada pengguna jasa penerbangan di 27 negara Uni Eropa dan agen-agen perjalanan untuk tidak menggunakan maskapai penerbangan Indonesia," kata pejabat Uni Eropa. "Warga Eropa harus menghindari penerbangan dengan maskapai Indonesia, karena sangat tidak aman," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007