Jenewa, Swiss (ANTARA News) - Penyidik kejahatan perang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (6/2) menyatakan bahwa mereka sedang menyelidiki laporan-laporan baru mengenai penggunaan senjata kimia di daerah yang dikuasai pemberontak di Suriah yang dilanda perang.

Komisi Penyelidikan PBB tentang situasi hak asasi manusia di Suriah menyatakan kekhawatiran karena telah menerima "banyak laporan -- yang sekarang sedang diselidiki -- bahwa bom yang diduga mengandung klorin telah digunakan di Kota Saraqeb di Idlib dan di Douma di Ghouta Timur".

Warga di Ghouta Timur, dekat Damaskus, dan di Provinsi Idlib di barat laut menuduh pasukan Suriah menggunakan senjata beracun dalam beberapa pekan terakhir  menurut siaran AFP.

Amerika Serikat pada Senin (6/2) mengatakan bahwa ada "bukti nyata" dari beberapa serangan gas klorin dalam beberapa pekan terakhir, termasuk di daerah kantong Ghouta Timur yang dikuasai oposisi di dekat Damaskus.

Ghouta Timur, tempat diperkirakan 400.000 orang tinggal di bawah kepungan pemerintah, termasuk dalam kesepakatan de-eskalasi yang disepakati tahun lalu oleh sekutu pemberontak Turki dan pendukung pemerintah Suriah yaitu Iran dan Rusia.

Namun, kekerasan telah meningkat di sana dalam beberapa pekan terakhir, dan bulan ini saja, klorin dicurigai digunakan dua kali dalam serangan yang dilancarkan oleh rezim Suriah di Ghouta Timur.

Tuduhan ketiga penggunaan gas beracun berasal dari Idlib, provinsi yang dikuasai oposisi di barat laut negara itu, yang juga berada di zona de-eskalasi.

Komisi Penyelidikan PBB yang dipimpin oleh diplomat Brasil, Paulo Pinheiro, September tahun lalu merupakan badan PBB yang pertama kali menyalahkan Damaskus atas serangan senjata kimia yang menewaskan 80 orang lebih di Khan Sheikhun di Idlib lima bulan sebelumnya.

PBB juga menyatakan bahwa pemerintah Suriah melancarkan serangan gas klorin pada 2014 dan 2015, tuduhan yang dibantah keras oleh Damaskus.

Lebih dari 340.000 orang sudah tewas akibat konflik di Suriah, yang meletus pada 2011 dengan unjuk rasa anti-pemerintah yang kemudian berubah menjadi perang sipil brutal, menarik masuk kekuatan-kekuatan dunia dan mengundang petempur ekstremis dari berbagai belahan dunia. (hs) 

Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018