Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menjanjikan daftar negatif investasi (DNI) dibuat sejalan dengan undang-undang lain yang berkaitan dan masih bisa direvisi bila dianggap terlalu restriktif. "Saat ini kepemilikan mayoritas asing di sektor transportasi masih dibatasi hingga 49 persen. Tapi nanti akan akan dievalusi dan disesuaikan dengan hasil revisi UU sebagai peraturan yang lebih tinggi. Saya dengar dalam UU kereta api yang baru, mayoritas kepemilikan asing sudah diperbolehkan," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Jakarta, akhir pekan ini. DNI adalah daftar yang mencantumkan sektor usaha yang tidak boleh dimasuki pengusaha asing. Menurut Mendag, rancangan peraturan presiden (perpres) tentang daftar sektor tertutup dan terbuka dengan syarat atau DNI telah selesai dan telah diserahkan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono . Ia memastikan Perpres tersebut tetap melindungi kepentingan nasional dengan pembatasan kepemilikan asing pada sektor tertentu seperti sektor perhubungan dan sektor jasa kesehatan. "Itu sesuai denga departemen tekait. (DNI) ini bukan daftar yang baru. Dulu kita punya positive list, kemudian jadi negative list. Tapi list ini tidak pernah lengkap, sektor secara agregat. (DNI yang disusun) sekarang lebih rinci dengan standar yang jelas. Ini bagian dari proses. Pasti ada proses reviewnya ( pengkajian ulang, red) . Ada UU yang lebih tinggi dari perpres," ujarnya. Ia mencontohkan UU Pelayaran saat ini diberlakukan azas cabottage (kewajiban menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk angkutan dalam negeri khusus komoditi tertentu seperti batubara dan beras). Sementara itu, kemampuan industri pelayaran nasional saat ini masih terbatas dan kepemilikan mayoritas asing dalam sektor ini dibatasi. Akibatnya, beberapa kegiatan pengadaan pemerintah seperti impor beras masih memakai kapal asing. Dalam Instruksi Presiden No. 6/2007 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi disebutkan rencana revisi UU Pelayaran dan UU kereta api yang membatasi kepemilikan asing. "DNI kita tunggu daftarnya. Kalau memang ada yang bertambah restriktif itu karena ada alasannya. Yang penting kami jelaskan pada investor bahwa DNI ini transparan dan memberi kepastian hukum. Ada proses review (dari DNI sebelumnya),"jelasnya. . (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007