Boyolali (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan warga Indonesia yang melakukan rekam kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sudah mencapai sekitar 97,4 persen,

"Kami apresiasi Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) di seluruh Indonesia yang telah bekerja keras untuk penyelesaikan rekam data e-KTP," kata Tjahjo Kumolo disela acara Seminar Nasional DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Provinsi Jawa Tengah di Boyolali, Rabu.

Menurut Tjahjo Kumolo, sisa warga yang belum melakukan rekam data mereka yang memiliki KTP ganda. Warga sisanya ini, belum mau merekam data, padahal tahun depan ada Pemilihan Legislatif (Pilleg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) yang digunakan dasarnya, e-KTP.

Oleh karena itu, Mendagri memohon kepala desa untuk menugaskan aparatnya dengan cara mendatangi dari rumah ke rumah mendata jumlah pendudukan, dan yang belum rekam data e-KTP.

"Kami memang akui untuk mencapai 100 persen rekam data e-KTP cukup sulit, karena banyak warga yang hidupnya di luar negeri dan tidak melaporkan untuk merekam data," katanya.

Padahal, warga dengan rekam data e-KTP akan dapat diketahui seluruh identitas yang bersangkutan misalnya dengan NIK saat dibuka di rumah sakit akan mengetahui riwayat penyakit yang diderita yang bersangkutan, dan Kepolisian dapat mengetahui apakah pernah terlibat kasus pidana atau tidak.

Bahkan, kata Mendagri, dirinya pernah mendapat laporan ada seseorang yang ditangkap memiliki e-KTP asli lebih dari 100 lebih. Yang bersangkutan itu, melakukan tindak pidana membongkar dana ATM dan sebagainya.

"Warga yang belum mereka data e-KTP hingga sekarang mencapai sekitar satu juta lebih. Kami berharap warga yang belum segera rekam data," katanya.

Menurut dia, e-KTP merupakan menjadi dasar warga dalam menggunakan hak suaranya dalam Pilkada seretak 2018, dan Pilleg serta Pilpres 2019 mendatang.

Menurut dia, Pilkada serentak kunci suksesnya tingkat partisipasi masyarakat yang menggunakan hak suara meningkat. Jateng harus lebih dari 70 persen warganya menggunakan hak pilihnya.

"Politik uang harus dihilangkan atau dilawan jangan sampai ada. Penyebar kampanye kebencian, sara, dan fitnah harus dilawan. Undang Undangnya sudah ada, dan aparat kepolisian juga sudah siap proses hukum," katanya.

Menurut dia, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, sebagai aparatur sipil membangun hubungan Pemerintah Pusat dengan daerah dan makin efektif, efisien, mempercepat birokrasi reformasi dalam upaya memperkuat otonomi daerah.

Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018